Ada pemandangan menarik saat dua pekerja tengah sibuk membersihkan guludan setinggi 15 cm dan lebar 100 cm di lahan seluas 3.000 m2 itu.
Di atas guludan itu berjejer rapi tanaman dengan daun mirip pepaya dengan jarak antartanaman sekitar 20-25 cm. Tinggi tanaman-tanaman itu tidak lebih dari 30 cm.
“Tanaman ini dapat mencapai tinggi 1 meter,” ujar Josias Lazuardi, sang pemilik kebun di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di kebun itu Josias menanam sekitar 10.000 tanaman daun pepaya jepang.
Josias menuturkan warga setempat menyebutnya sebagai daun pepaya jepang. “Tapi disebut juga sebagai daun kaya,” ujar Josias. Bila ditelusuri di dunia maya, sebutan daun kaya nyaris tidak ada.
Namun bila melihat penampilan, ia lebih mirip daun gedi. Daun bertipe menjari itu populer sebagai salah satu bahan sayuran untuk bubur manado, makanan khas di Sulawesi Utara.
Daun-daun pepaya jepang itu laku dijual Rp2.000 per 3 tanaman. Yang dipanen biasanya cabang-cabang sepanjang 15-20 cm. “Tanaman ini dijual sebagai sayuran tumis karena rasanya tidak pahit dan mirip rasa daun singkong,” kata Josias yang selalu disambangi pengepul saat memanen sayuran itu.
Indri Widarti adalah penyuka daun pepaya jepang. Saban minggu ibu dua anak itu selalu mendatangi Pasar Modern Bintaro untuk membelinya di salah satu pedagang sayuran.
“Pertama melihat agak aneh karena mirip daun pepaya,” ujarnya. Namun setelah sang pedagang menjelaskan bila tanaman itu tidak pahit dan cocok untuk sayuran tumis, Indri tertarik mencoba. “Sekarang malah ketagihan untuk bikin tumis daun pepaya jepang,” ujar Indri.