Waktu menunjukkan pukul 21.15 WIB saat Bebeja.com menyambangi kediaman Prof Drs I Nyoman Kabinawa MM MBA APU, periset alga dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI di Bogor, Jawa Barat pada penghujung Januari 2014.
Kedatangan itu atas ajakan kolega Bebeja.com, Karjono, mantan direktur Trubus Pangan ditemani CEO Grup Agromedia Hikmat Kurnia. “Ayo silakan masuk,” ujar Kabinawa yang tetap bugar di usia 63 tahun itu.
Nama I Nyoman Kabinawa sohor sebagai periset alga untuk biodiesel. Salah satu pencapaian luarbiasa adalah saat Kabinawa memproduksi minyak alga yang dapat dicampurkan pada bahan bakar solar.
Kabinawa memperoleh minyak alga itu setelah membudidayakan dan mengolah alga Botryococcus sp. strain I Nyoman Kabinawa (INK) di bak akuarium 10 liter dan bak fiber 200 liter.
Alga yang ditemukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Juli 2008 itu Kabinawa panen pada umur 10-12 hari setelah warna permukaan air menjadi hijau pekat. Kabinawa menghitung produktivitas alga itu mencapai 200 liter per 0,5 m2. Alga yang mengandung 40% lemak, sumber minyak itu, selanjutnya diproses sehingga meningkat kadar minyak hingga 60%.
Proses pembuatan minyak alga tidak sulit. Intinya alga diektraksi. Dari 200 liter alga setidaknya dapat diperoleh 483 ml minyak. Dalam ujicoba memakai kendaraan diesel, Kabinawa menambahkan minyak alga itu dengan perbandingan 1:4 atau 2 liter minyak alga dicampurkan dengan 8 liter bahan bakar solar.
Hasilnya? Mesin mobil yang mengandung minyak alga tidak bermasalah, malah tarikan mobil terasa ringan. “Saat ini sedang diujicoba memakai kendaraan dari Jakarta ke Bali,” ujarnya.
Pemakaian minyak alga tersebut membuat konsentrasi bahan bakar nabati meningkat. Saat itu peran kalor dari bahan bakar nabati meningkatkan efisiensi bahan bakar karena pembakaran mesin lebih sempurna. Ujung-ujungnya sisa pembakaran berupa karbondioksida lebih sedikit sehingga tidak mencemari lingkungan.
Kelebihan alga adalah bebas sulfur. Harap mafhum, pada minyak solar nabati mengandung sulfur hingga 24 ppm. Hal itu berdampak terhadap kinerja mesin karena memicu emisi solid particulate matter (SPM) dan asap hitam.
Menurut Kabinawa kondisi itu tidak berlaku bagi biodiesel alga. Sebab, minyak alga memang tak mengandung sulfur. Wajar saat Kabinawa meningkatkan persentase minyak alga hingga 40%, mesin tetap berjalan stabil.
Menurut Kabinawa minyak alga tersebut dapat dipakai pula menjadi bahan bakar lampu badai. Kabinawa mencampur 40% minyak alga dan 60% minyak tanah sebagai bahan bakar lampu. Volume campuran minyak sebanyak 200 ml itu menyalakan lampu badai selama 17 jam dengan hasil pembakaran bebas jelaga.