Mengunjungi Hutan Harapan adalah kesempatan langka. Kesempatan itu datang pada pertengahan November 2013. Sungguh miris bila melihat gambaran hutan dataran rendah di Pulau Sumatera. Bayangkan Hutan dataran rendah di Pulau Sumatera tersisa 500.000 ha. Hutan Harapan yang mewakili 20% hutan dataran rendah yang tersisa itu.
Hutan Harapan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) memang menjadi kawasan prioritas global untuk habitat hutan dataran rendah tersisa di Pulau Sumatera. Di sana rumah tinggal suku asli Jambi, Suku Anak Dalam Batin Sembilan Sebagian besar kawasan di Hutan Harapan merupakan hutan alam sekunder bernilai tinggi yang kini tengah dipulihkan dalam program restorasi.
Restorasi Hutan Harapan dilakukan untuk memperbaiki hutan yang rusak akibat perambahan, kebakaran, dan kerusakan lain sehingga dapat pulih menjadi hutan alami. Sebagai gambaran saat ini kerusakan Hutan Harapan akibat perambahan mencapai 19.000 ha. Ijin dari pemerintah untuk pengelolaan restorasi oleh REKI berlangsung selama 60 tahun sejak 2007.
Hutan Harapan seluas 98.555 ha berlokasi di dua provinsi, yakni Sumatera Selatan dan Jambi. Berdasarkan SK Menhut No 293/Menhut-II/2007 luas wilayah Hutan Harapan di Sumatera Selatan mencapai 52.170 ha, sedangkan di Jambi 46.385 ha (SK Menhut No 327/Menhut-II/2010). Areal Hutan Harapan di Sumatera Selatan merupakan bekas HPH PT Padeco. Di Jambi adalah bekas HPH PT Asia Log.
Hutan dapat memulihkan diri secara alami. Namun pada areal yang terdegradasi berat perlu intervensi tangan manusia untuk mempercepat regenerasi. Itulah salah satu aspek penting restorasi. Restorasi menjadi penting karena tidak sekedar reboisasi alias menanam, tapi mesti dapat mengembalikan keragaman hayati serta fungsi ekologis sehingga bisa bermanfaat bagi lingkungan.
Sejatinya, restorasi memiliki indikator tinggi karena itu restorasi tidak bisa berjalan dalam waktu singkat. Kegiatan restorasi itu diharapkan mampu mengembalikan flora dan fauna yang ada sebelumnya dengan memperhitungkan keterbatasan yang ada. Paling tidak butuh waktu sekitar 20 tahun untuk merestorasi ekosistem hutan.
Penanaman dalam upaya restorasi tidak boleh sembarangan. Salah satu contoh tanaman yang ditanam harus sama seperti sebelumnya. Itu sejalan dengan program pembibitan yang dilakukan REKI di 3 lokasi nurseri di Sungai Beruang, Sungai Kandang, dan Sungai Kapas. Saat ini Hutan Harapan sudah membibitkan 90 jenis tanaman. Salah satu jenis tanaman itu keruing Dipterocarpus haseltii yang masuk dalam Red List International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Semula bibit-bibit tanaman itu diperoleh dari seedling atau anakan alam. Artinya bibit diambil biji jatuh dan tumbuh di sekitar pohon induk. Namun saat ini setelah banyak pohon induk teridentifikasi, bibit yang disemai berasal dari pohon induk itu. Pohon induk yang dipilih memiliki kriteria umur di atas 20 tahun, bergaris tengah di atas 50 cm, dan memiliki tinggi di atas 30 meter.
Namun, menyemai biji tidak mudah. Ada karakter tanaman yang mudah disemai, tapi ada pula yang sulit. Balam Palaquium glutha cukup diperlakukan dengan mengupas kulit, mencuci, mengeringanginkan, dan menabur biji pada media semai.
Lain hal dengan simpur Dillenia spp. Tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis sebagai bahan baku papan itu setelah dikupas kulit luarnya, daging buahnya perlu diremukkan supaya diperoleh biji. Selesai? Belum. Biji itu harus dicuci karena berlendir.
Yang paling merepotkan adalah tembusu Fragea fragans. Harap mafhum, ukuran biji tembusu itu lebih kecil dari biji bayam seukuran ujung jarum. Perlakuan semai dilakukan di tempat tertutup karena bibit 2 cm yang tumbuh mudah patah bila terkena hujan.
Hambatan lain dipersemaian adalah beberapa jenis memiliki pertumbuhan bibit lambat. Kayu bulian Eusideroxylon zwageri baru berkecambah setelah 3 tahun. Harap mafhum, biji bulian dibungkus tempurung sekeras tempurung kelapa. Untuk mensiasatinya, cangkang disodet memakai pisau sebelum ditanam. Cara itu cukup membuat bibit bulian muncul setelah 3 bulan.
Saat mencapai tinggi di atas 50 cm, bibit siap ditanam. Namun penanaman bibit memiliki syarat tertentu. Untuk penanaman di daerah terbuka, jenis tumbuhan perintis seperti medang sereh, medang jahe, macaranga, simpur, atau sungkai dipilih. Metode penanaman dilakukan acak. Pada hutan sekunder, tanaman yang akan ditanam dipilih setelah dilakukan survei oleh tim botani Hutan Harapan. Tujuan antara lain mencegah dominasi dari jenis tertentu.
Salah satu fokus lain REKI adalah mengembangkan hasil hutan nonkayu (HHNK). Banyak potensi Hutan Harapan yang bisa dikembangkan seperti getah jelutung, resin jernang, kemenyan, bambu, dan rotan. Pohon jelutung bergaris tengah 80 cm dapat menghasilkan 2 liter getah/hari. Getah itu laku dijual Rp25.000-Rp30.000/kg. Getah balam merah bahkan berharga tinggi, mencapai Rp400.000/kg.
Ad maiorem Dei gloriam-Untuk kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Itulah makna sebuah kebaikan untuk menjaga hutan (DAS-Kontributor).