Pernah mendengar suara ayam tertawa bak terbahak-bahak? Itulah suara khas ayam gaga alias ayam ketawa. Ayam yang perawakannya mirip ayam kampung asal Kabupaten Sidrap di Sulawesi Selatan itu dahulu hanya dipelihara dan berkembang biak di lingkungan bangsawan Bugis sebagai simbol status sosial.
Ayam gaga alias ayam ketawa saat ini tengah menjadi tren di berbagai kota. Tidak hanya di Sulawesi, tapi meluas di kota-kota di Pulau Jawa.
Tren itu tampak dari penyelenggaraan kontes ayam ketawa seperti di Semarang, Serang, Jakarta, dan Bandung yang diikuti puluhan pehobi ayam ketawa. Pada lomba itu durasi kokok dan jumlah suku kata setiap tipe ayam gaga menjadi penilaian para juri kontes yang benar-benar mengandalkan ketajaman indera pendengar.
Berdasarkan suara ayam gaga alias ayam ketawa dibagi menjadi 2 tipe yakni ayam gaga tipe slow dengan interval nada renggang dan irama lambat serta tipe dangdut dengan interval nada rapat, berirama cepat, dan memiliki durasi kokok panjang. Panjang durasi kokok itu dapat mencapai 30 detik bahkan ada yang mampu mencapai durasi di atas 2 menit. Pada tipe slow rata-rata ayam gaga berkokok sepanjang 3-4 detik.
Sosok ayam gaga alias ayam ketawa yang mirip ayam kampung dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, Terdapat 6 warna bulu ayam gaga yakni bulu bakka (warna dasar putih mengkilap dengan dihiasi warna hitam, jingga, merah, dan kaki hitam atau putih); lappung (warna dasar hitam); dan ceppaga (warna dasar hitam dengan dihiasi bulu hitam dan putih ditambah bentuk putih di tubuh sampai pangkal leher dan kaki hitam).
Warna bulu lainnya adalah koro (warna dasar hitam dihiasi hijau, putih, dan kuning mengkilat dan kaki kuning atau hitam); ijo buata (warna dasar hijau dihiasi merah, diselingi warna hitam di sayap dan kaki warna kuning); dan bori tase (warna dasar merah dan dihiasi bintik bintik kuning keemasan).