Pemakaian bioetanol sebagai campuran bahan bakar penting untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Negara yang sukses mengembangkan bioetanol untuk bahan bakar tersebut adalah Brasil.
Keberhasilan Brasil memproduksi bioetanol skala industri membuat dunia bercermin pada negeri Samba itu. Bermula dari krisis minyak pada 1973, Brazil yang saat itu diperintah oleh Jenderal Emilio Garrastazu Medici, tak mempunyai dana cukup untuk mengimpor minyak fosil. Walhasil, pemerintah Emilio pun melirik perkebunan tebu yang melimpah di Brazil.
Pada 1975 pemerintah Brasil membuat kebijakan Pro Alcool atau program alkohol nasional dengan mewajibkan pencampuran bensin dan alkohol dari limbah industri gula. Saat ini, perbandingan pencampuran itu adalah 24% etanol tebu dengan 76% bensin. Program itu berhasil diterapkan pada 10.000 mobil berbahan bakar bensin. Volume bioetanol yang disiapkan mencapai 27.000 liter/hari. Brasil pun bebas dari ketergantungan pada minyak fosil.
Sebanyak 17-miliar liter bioetanol sudah diproduksi oleh 300 pabrik pengolah gula di Brasil. Pengendara mobil dan motor dapat mengisi tangki bahan bakar dengan 100% etanol atau bensin bercampur etanol 20-25%. Harganya separuh harga bensin minyak fosil yang dijual di 30.000 SPBU.
Brasil mengembangkan produksi bioetanol dari tebu dengan biaya terendah, yaitu 14 sen dolar/liter. Thailand dengan tapioka 18,5 sen dolar/liter, dan Amerika memakai jagung 25,5 sen dolar/liter. Biaya sangat tinggi bila memakai gandum, seperti terjadi di Eropa, sebesar 42 sen dolar/liter. Bila menggunakan gula bit, ongkos produksi mencapai 45 sen dolar/liter.
China pun tertarik mengembangkan program industri bioetanol. Saat ini produksi bioetanol negeri Tirai Bambu itu mencapai 3,9-miliar liter atau mengisi 9,5% produksi bioetanol dunia. Sumber bahan baku produksi bioetanol tersebut berasal dari 4-5-juta ton gabah dan 3-4-juta ton jagung.
Berbeda dengan Uni Eropa yang meningkatkan volume produksi bioetanol karena kepedulian pada pemanasan global. Selama 20 tahun terakhir, pemanasan global memang berefek meningkatkan suhu bumi dan memegang andil pada mencairnya salju di kutub utara serta es terapung di Laut Artik. Mencairnya salju itu menyebabkan permukaan air laut naik sebesar 14-20 cm selama 100 tahun ini.
Negara di Eropa berkomitmen menurunkan pemanasan global melalui pemakaian bahan bakar ramah lingkungan. Gasohol E10, misalnya terbukti menurunkan 19% pencemaran emisi gas rumah kaca.
Negara pemakai terbesar gasohol adalah Perancis, Spanyol, Jerman, Polandia, dan Italia. Total produksi bioetanol di Eropa mencapai 2,5-miliar liter atau 6,5% dari produksi bioetanol dunia. Bahan baku bioetanol berasal dari gandum, jagung, gula bit, anggur, dan terigu.