Bioetanol Cap Tikus

0
65
pohon aren

Keringat Musa masih mengucur deras usai mengambil nira dari kebun aren. Maklum selain harus memanjat 7 pohon aren setinggi rata-rata 12 meter, jarak dari kebun ke seledo (tempat penyulingan nira, red) cukup jauh, sekitar 1 km.

Meski begitu, Musa segera menyalakan perapian untuk menyuling nira. Alat penyuling berupa drum terhubung dengan batang-batang bambu yang membentuk segitiga: tinggi 9 meter, sisi miring 15 meter, dan mendatar 15 meter.

Musa tidak memfermentasi air sadapan aren itu. Sejak bunga aren terpotong dan air menetes, fermentasi alami sudah berlangsung. Pada pelepah dan tangkai bunga aren berlimpah bakteri fermentor.

Setelah drum tempat memasak panas, penyuling bioetanol selama 15 tahun itu menuangkan air nira dari jeriken bervolume 20 liter. Setengah jam, tetesan bioetanol siap ditampung pada botol beling atau botol bekas kemasan air mineral.

Masyarakat menyebut tetesan sulingan itu sebagai cap tikus. Sebutan cap tikus tersebut karena saat tetesan mengucur dari batang bambu yang berujung runcing ke botol, bentuknya seperti ekor tikus. Kadar alkohol cap tikus 40-50%, tergantung panas api. Semakin besar api, kadar alkohol semakin rendah karena banyak uap air terbawa bersama uap alkohol.

Menurut Musa, api harus stabil supaya kadar alkohol sama. Warga Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, itu butuh waktu 3 jam untuk menyuling 93,3 liter hasil fermentasi saguer-sebutan nira aren di Minahasa Utara. Hasilnya 13,3 liter berkadar alkohol 40%.

Jika ingin kadar alkohol 50%, ia perlu waktu 3,5 jam karena memakai api kecil dengan volume produksi cap tikus hanya 6,67 liter. Cap tikus berkadar 40-50% tersebut akan dibeli pengusaha bioetanol dan dimurnikan lagi hingga mencapai kadar alkohol 90-99,9% untuk bahan bakar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here