Budidaya lebah trigona memiliki beberapa kelebihan daripada lebah apis karena lebah trigona tersebut dapat dipelihara di satu tempat tetap. Itu karena ukuran tubuh lebah trigona lebih kecil, sekitar 3-8 mm. Dengan demikian, semua jenis bunga dapat menjadi sumber pakan. Ia akan masuk ke dalam kelopak bunga untuk memperoleh polen dan madu.
Dulu, peternak lebah tradisional membuat sarang memakai gelodok dari batang pohon berkayu lunak seperti batang kelapa, batang randu, dan batang pucung. Gelodok tersebut dibuat dengan menirukan rumah lebah yang terdapat di rongga batang pohon besar atau gua.
Gelodok sepanjang 80-100 cm dan dibelah dua. Sebagian isi batang diambil sebagai area untuk lebah membentuk sarang. Ujung gelodok ditutup menggunakan tempurung kelapa yang dilubangi pada bagian tengahnya. Gelodok itu digantung pada dahan pohon yang menjadi lintasan terbang lebah.
Pada 1851, pembuatan sarang lebah modern dirintis oleh Dr L Langstroth dari Amerika Serikat. Langstorth menciptakan sarang buatan dari kotak kayu dengan bingkai sarang di dalamnya sehingga sarang dapat diangkat dan dipindahkan. Tipe sarang itu disebut sarang tipe L. Penemuan Langstroth itu pula yang mendasari para peternak untuk berinovasi membuat model sarang lebah trigona.
Peternak lebah trigona tidak harus menyiapkan sarang mahal, tapi dapat memakai bahan sarang sederhana dan dapat tertutup rapat.
A. Bambu
Cara membuat: Batang bambu 1-3 ruas dibelah menjadi 2 bagian sama besar, bekas belahan dihaluskan dengan pisau tajam. Masukkan potongan sarang lalu tutup dengan belahan lainnya. Buatlah lubang keluar sesuai jenis lebah
Kelebihan: Biaya pembuatan relatif murah, berupa bambu terdiri atas 1-3 ruas dan tali untuk menggantung dan mudah dibuat.
Kekurangan: Peternak sulit membuka sarang saat panen karena propolis merekatkan kedua belah bambu. Ruang dalam sarang terbatas sehingga cepat penuh. Bila telat panen, lebah akan pergi.
B. Kotak Kayu Horizontal
Cara membuat: Gunakan kayu bekas seperti kayu sengon. Beberapa lembar papan berukuran sama disusun membentuk kotak persegi panjang dengan ukuran 30 cm x 15 cm x 15 cm, lengkap dengan penutup. Sebelum kotak ditutup permanen, masukkan potongan sarang lebah trigona.
Kelebihan: Pembuatan sarang kayu mudah.
Kekurangan: Ketika panen, peternak kesulitan membuka sarang yang tertutup papan karena dipaku pada semua sisi. Ketika penutup berhasil dibuka, madu, larva, dan propolis yang menempel di papan jatuh berhamburan.
C. Pot Plastik
Cara membuat: Dua buah pot tanaman dari plastik berbentuk gentong dipasang saling berhadapan. Sarang lebah trigona dimasukkan ke dalam salah satu pot untuk memancing trigona betah. Kedua pot lalu direkatkan dengan lem atau perekat lainnya. Lubangi pot bagian bawah untuk pintu masuk lebah.
Kelebihan: Mudah diperoleh dan mudah dibuat. Panen mudah. Bila rekatan sulit dibuka, pot mudah dipecahkan.
Kekurangan: Bila jatuh, sarang akan pecah.
D. Sarang Tempurung
Cara membuat: Tempurung diberi lubang berdiameter 1 cm sebagai jalan keluar masuk lebah. Berikutnya, tempurung ditangkupkan menutupi sebagian area sarang lebah trigona di pohon. Dalam tempo 4 bulan tempurung itu sudah menjadi bagian dari sarang utama. Tempurung itu dapat dipindah ke rumah atau pekarangan peternak.
Koloni lebah trigona dalam tempurung dapat menjadi stater untuk membentuk koloni baru pada tempurung lain. Berdasarkan pengalaman, dari 2 buah tempurung berisi koloni lebah trigona, dalam waktu sekitar 4 bulan dapat menghasilkan 10 koloni baru.
Kelebihan: Bahan mudah dijumpai.
Kelemahan: Lebah trigona harus bekerja keras menempel semua celah akibat tempurung tidak dapat disusun rapat.
E. Kotak Kayu Vertikal
Cara membuat: Tidak berbeda jauh dengan kotak kayu, hanya berbeda cara meletakkan. Sarang kotak kayu vertikal pertamakali dipakai oleh peternak di Luwu Utara karena mengadopsi sarang lebah di lubang pohon di hutan yang posisinya vertikal. Tempat perekatan dinding sangat rapat sehingga tidak tembus cahaya. Penutup dibuat berpasangan dengan kotak sehingga mudah dibuka tutup. Dengan konstruksi itu, lebah tidak perlu merekat celah dengan keras.
Kelebihan: Produk lebih bersih dan lebih mudah dipanen karena perekat di penutup tidak terlalu banyak.
Kekurangan: Pembuatan sarang sedikit lebih sulit. Peternak agak kesulitan membuka propolis karena letak propolis di bagian bawah kotak.
F. Kotak Kayu Horizontal 3 Pintu
Cara membuat: Kotak sarang ini diutamakan untuk memproduksi bibit. Konstruksinya mirip dengan tipe kotak kayu horizontal. Pintu utama terletak di kotak bagian tengah, demikian pula dengan lubang masuk. Kamar di bagian tengah diharapkan sebagai sarang untuk menghasilkan bibit. Itu sebab kotak dibuat portable atau bisa dilepas pasang. Dengan mengangkat kotak penutup, sarang akan ikut terangkat. Kotak penutup yang berisi sarang dapat dipindahkan ke kotak baru.
Kelebihan: Lebih mudah dibuat dan mudah dibongkar pasang.
Kekurangan: Perlu hati-hati saat membuka sarang yang tertutup papan permanen.
G. Kotak Kayu Vertikal 3 Tingkat
Cara membuat: Model ini merupakan bentuk penyempurnaan dari tipe sarang kotak kayu vertikal. Tiga buah kotak dengan ukuran berbeda disusun ke atas. Kotak paling bawah merupakan kotak dengan ukuran paling besar. Lubang masuk trigona dibuat pada kotak terbawah karena kotak teratas merupakan berfungsi sebagai penutup.
Peternak dapat mengontrol kondisi sarang melalui penutup itu. Caranya, menarik ke atas bagian yang ingin dilihat sehingga lebih praktis. Begitu pula saat panen, peternak dapat menarik sarang melalui lubang penutup itu. Meski tersusun dari 3 kotak, tetapi model itu berukuran tinggi sama dengan model vertikal biasa, yaitu 50 cm.
Kelebihan: Panen mudah dilakukan karena propolis di kotak terbawah. Dua kotak di atasnya mudah diangkat.
Kekurangan: Biaya produksi lebih tinggi, mencapai Rp75.000-Rp100.000/sarang.