Nilai jual 2 liter susu sapi segar saat ini setara 1 liter beras. Itu diungkapkan Sutisna, peternak sapi perah di Kecamatan Parongpong, Lembang, Jawa Barat pada kontributor bebeja.com, Ir Achmad Rahardjo. “Sebelumnya, harga seliter susu sapi sama dengan seliter beras,” katanya.
Kondisi tersebut diperparah dengan meroketnya ongkos pemeliharaan sapi laktasi yang mencapai Rp.50.000/hari dari Rp20.000-R25.000/hari. Belum lagi biaya tenaga kerja.
“Bila produksi susu segar hanya 10 liter/hari/sapi, tidak lagi menguntungkan. Itu belum menghitung kebutuhan untuk menyusui pedet. Solusinya membawa sapi ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH),” ujar Sutisna. Kondisi itu pula memicu populasi sapi betina terus menurun.
Peternak sapi lain di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Anto menuturkan peternak setempat saat ini lebih memilih menjual anak sapi alias pedet. Beralasan, “Biaya pembesaran sapi sekarang mencapai Rp18-juta sampai umur laktasi. Peternak di sini rata-rata tidak mampu untuk menyediakan biaya sebesar itu,” ujar peternak selama 8 tahun itu.
Lesunya peternakan sapi perah, disinyalir juga karena pabrik susu masih mempunyai alternatif bahan baku impor sehingga produksi lokal tidak terserap maksimal. Pantas kondisi itu membuat peternak seperti Sutisna dan Anto sulit memperoleh harga tinggi, apalagi bila susu subsitusi impor itu jauh lebih murah.
Namun, terobosan mulai dilakukan dengan mendatangkan pengganti susu induk atau Calf Milk Replacer (CMR) untuk pedet berbentuk tepung.
Dengan pemberian CMR pada pedet, produksi susu untuk dijual dapat maksimal sehingga, pendapatan peternak naik. Penerapan CMR di mancanegara bahkan menjadi hal wajib.
Dengan memakai CMR, pedet tetap dapat tumbuh bagus. Dengan cara pemberian sesuai, pedet bisa terhindar dari penularan penyakit yang dibawa induk atau efek penyediaan susu segar tidak higienis. Namun apapun kelebihan CMR, yang utama harga jual CMR harus lebih rendah dari susu segar, sehingga peternak tidak ragu mencoba.