Herbisida memang dapat mengatasi gulma. Namun beragam gulma yang tumbuh memerlukan kombinasi pemakaian jenis herbisida untuk mengatasinya. Terdapat 2 jenis herbisida, yakni herbisida kontak dan herbisida sistemik.
Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman yang terkena larutan sehingga bagian tanaman lain seperti akar yang tidak terkena tetap dapat tumbuh. Berbeda dengan herbisida sistemik yang ditranslokasikan ke seluruh tubuh tanaman sehingga dapat mematikan gulma seutuhnya seperti senyawa dalapon (glyphospate) yang mematikan tanaman alang-alang melalui mekanisme denaturasi protein.
Secara mekanisme kerja, terdapat herbisida yang menghambat fotosintesa (berbahan aktif triazin), perkecambahan seperti senyawa CIPC (isopropil-N-karbamat) hingga menghambat pertumbuhan seperti senyawa fenoksi. Faktanya, banyak herbisida lebih efektif dipakai pada gulma berdaun lebar daripada gulma rumput sehingga memerlukan kombinasi dengan cara mekanik.
Pemakaian herbisida harus tepat sasaran sehingga perlu mengetahui bahan aktif herbisida tersebut. Meski efisien dan menguntungkan, pemakaian herbisida perlu terpadu untuk mencegah resistensi gulma akibat residu berlebihan yang berefek buruk pada lingkungan.
Sebab itu, disarankan memakai herbisida dengan persistensi rendah. Persistensi menunjukkan aktivitas biologi herbisida pada tanah yang meliputi penyerapan, volatilisasi, pencucian, hingga degradasi biologi serta nonbiologi. Singkat kata, herbisida persistensi rendah bisa membuat herbisida yang terserap tanaman utama juga rendah sehingga hasil produksi aman dikonsumsi.
Terkait herbisida alami, penelitian Sobar Darana pada 2005 seperti tertuang pada Jurnal Penelitian Teh dan Kina pada 2006 volume 9, memperlihatkan senyawa alelopati pada daun kirinyuh Chromolaena odorata dan daun saliara Lantana camara mampu menghambat pertumbuhan gulma di perkebunan teh. Ekstrak 20% konsentrasi daun kirinyuh serta 10% konsentrasi daun saliara dapat menekan gulma lebih baik dibandingkan herbisida kimia.