Sosoknya tak asing bagi ilmuwan. Ia pertama kali ditemukan oleh naturalis asal Inggris, Alfred Everett, pada Mei 1896. Siapakah? Dia celepuk rinjani Otus jolandae.
Celepuk rinjani yang merupakan jenis burung hantu tersebut diidentifikasi ulang oleh tim gabungan ilmuwan Swedia, Belgia, Amerika Serikat, dan Australia dan hasilnya dipublikasi pada jurnal ilmiah PLoS ONE edisi Februari 2013.
Jenis burung hantu yang sebelumnya diberi nama latin Pisorhina albiventris itu dianggap sebagai anak jenis celepuk maluku Otus magicus di Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara (Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya). Sebab itu, celepuk rinjani diberi nama latin Otus magicus albiventris.
Hanom Bashari, biodiversity analysis dari Burung Indonesia di Bogor, Jawa Barat, menjelaskan bahwa sejumlah riset George Sangster dari Department of Zoology, Stockholm University, Swedia sejak 2003 memberi bukti bila celepuk rinjani di TN Gunung Rinjani, merupakan jenis tersendiri, bukan anak jenis O. magicus. Hasil itu diperkuat peneliti American Museum of Natural History, Amerika Serikat, yang juga menjumpai jenis itu saat survei di Lombok. Kesimpulan: celepuk rinjani berbeda dari celepuk maluku.
Pada 2008, berbekal rekaman suara dari George Sangster pada 2003, peneliti Belgia Philippe Verbelen dan Bram Demeulemeester mengunjungi TN Gunung Rinjani. Keduanya dapat memotret dan merekam suara celepuk dan mempertegas kesimpulan George Sangster. Penelitian oleh Jan van der Laan pada 2011 juga memperoleh rekam suara jenis burung hantu itu di hutan sekunder kawasan Lombok Barat.
Analisis rekaman itu membuktikan bahwa celepuk rinjani memiliki suara teritori berbeda dibandingkan jenis celepuk lain. Suara celepuk rinjani khas dengan suara siulan tunggal berbunyi ‘pok’, tanpa nada tambahan. Oleh sebab itu masyarakat setempat sering memanggilnya sebagai burung pok.
Analisis lain bentuk dan ukuran tubuh burung itu juga memperlihatkan corak bulu atas celepuk rinjani berbeda dari celepuk lain dan berukuran lebih kecil dibandingkan Otus magicus dari Kepulauan Maluku. Analisis itu lantas dipaparkan pada jurnal PLos ONE.
Sebelumnya, berdasarkan riset sejumlah ilmuwan pada kurun 1990-an, 3 anak jenis Otus magicus lain telah ditetapkan sebagai jenis tersendiri, yakni Otus alfredi (endemik Flores), O. siaoensis (endemik Siao), dan O. beccari (endemik Biak). Ketiganya berstatus terancam punah. Penetapan Rinjani Scops-Owl sebagai jenis baru dan burung endemik Pulau Lombok itu dapat menjadi kunci ditemukan jenis burung baru lain di Indonesia.
Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Birdlife Indonesia Association) yang menjalin kemitraan dengan BirdLife International, Inggris. Burung Indonesia fokus pada pelestarian jenis burung terancam punah, termasuk berbagai jenis paruh bengkok yang banyak ditangkap dan diperdagangkan secara tidak sah.