“Ini ikan hias? Saya baru lihat,” ujar Raharjo, pehobi dari Depok, Jawa Barat saat melihat sebuah akuarium berisi beberapa kerapu raja sunu pada REIKKA 2014 di Balai penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Balitbangdias) di Depok.
Raharjo memang tak salah menganggap Plectropoma laevis itu sebagai ikan hias. Sosok kerapu berumur 90 hari itu elok. Corak tubuh, perpaduan 3 warna putih, hitam, dan kuning.
Selama ini hanya kerapu tikus Cromileptes altivelis yang menyandang peran: kecil ikan hias dan besar ikan konsumsi. Bahkan demikian cantik kerapu tikus saat berukuran kecil pada umur 60-90 hari, ia mendapat panggilan kesayangan: Grace Kelly.
Keberadaan kerapu raja sunu di alam saat ini, diduga terus menurun seiring semakin sulitnya memperoleh tangkapan alam blacksaddled coral grouper itu. Sebab itu, upaya memijahkan kerapu raja sunu di luar habitat aslinya terus digenjot.
Peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) di Gondol, Bali, sejak 2010 sudah berhasil memijahkan kerapu raja sunu yang benihnya dapat dikembangkan oleh pembudidaya dalam skala komersial menggunakan keramba jaring apung (KJA).
Kerapu raja sunu di BBPPBL yang didomestikasi dalam bak pemeliharaan, memiliki laju pertumbuhan 0,61% per hari. Selama pemeliharaan, betina dewasa minimal mencapai panjang tubuh 56,7 cm dengan bobot 2,35 kg. Panjang tubuh jantan mencapai 76 cm dengan bobot 6,5 kg.
Riset Bejo Slamet dan Ketut Suwirya dari BBPPBL mempelihatkan, pemijahan berlangsung sepanjang tahun dengan masa puncak pada Mei hingga Agustus. Pemijahan dapat terjadi 4-9 kali dalam sebulan dengan total jumlah telur setiap kali memijah sekitar 50.000.
Sayang, keberhasilan pemijahan induk masih terkendala sulitnya pemeliharaan larva. Tingkat kelulusan larva masih rendah sekitar 30%.
Hal itu terjadi lantaran ukuran mulut kerapu raja sunu yang demikian imut sehingga sulit menelan pakan alami yang diberikan sesudah cadangan makanan habis. “Masa paling rentan adalah umur hari ke-3 sampai ke-7,” kata Putu Suwarjana, teknisi BBPPBL pada bebeja.com.
Riset Regina Melianawati dan rekan dari BBPPBL seperti tertuang dalam Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Volume 4 pada 2012 menyebutkan rotifera Brahcionus rotundiformis merupakan pakan alami yang pas.
Rotifera tersebut, selain memiliki kandungan gizi tinggi, mudah dibiakkan, bergerak relatif lambat sehingga gampang dikonsumsi larva, juga mudah dicerna. Ukuran rotifera yang cocok diberikan memiliki bagian lorica berkisar 100-200 µm. “Ukuran rotiferanya bukan lagi kecil, tapi superkecil yang berasal dari laut,” ujar Putu.