Dua pigura berisi sertifikat kampiun kontes durian pada 2010 dan 2015 itu terlihat sedikit kusam dan berdebu.
Meski demikian keduanya adalah bukti betapa lezatnya durian si radio dari Pandeglang, Provinsi Banten. Pada lomba terakhir, 7 April 2015, Durio zibethinus tersebut mengalahkan 37 durian lokal unggul lain dari Serang, Pandeglang, dan Lebak.
Durian si radio memang istimewa. Citarasa manis, legit, pulen, dan creamy berpadu dengan warna daging buah kuning tebal dan kering.
Penampilan buah juga cukup menggoda dengan bentuk lonjong dan berkulit agak tipis. “Bila sudah mencicipi pasti ketagihan,” ujar Haji Ahmad, pemilik di Bojongkelor, Kecamatan Cadasari, Pandeglang.
Lebih jauh Haji Ahmad menuturkan pada Bebeja.com, sebutan si radio diberikan lantaran pohon induknya pernah digadaikan dengan radio sekitar 35 tahun lalu. Saat itu radio merupakan barang langka dan mewah. “Pada akhirnya saya beli lagi,” kata pria 63 tahun itu.
Pohon induk durian si radio nyaris mati lantaran setelah menjadi kampiun pada kontes durian pada 2010, beberapa pencuri memanen serampangan pohon itu. Belum lagi serangan hama dan penyakit. Pada 2014-2015 Haji Ahmad berhasil menyelamatkan pohon durian yang produktivitasnya mencapai 500-600 buah per panen itu.
Bagi Haji Ahmad, tak sulit menjual durian si radio dengan rata-rata bobot 2 kg dan memiliki kualitas buah prima tersebut seharga Rp100.000-Rp125.000 per buah.
Harap mafhum, banyak maniak durian dari Pandeglang, bahkan Lampung dan Jakarta berdatangan ke kediaman Haji Ahmad untuk mencicipi kelezatan durian kampiun tersebut.