Budidaya lele di kolam terpal yang banyak berkembang saat ini sejatinya berawal dari pengembangan usaha budidaya ikan konsumsi di lahan berpasir yang dirintis di Yogyakarta pada 2007.
Lahan berpasir memang memiliki kendala karena tidak mampu menyimpan air dan mudah amblas. Oleh sebab itu lahan pasir yang hendak dipakai sebagai kolam budidaya, terlebih dahulu diberi alas berupa terpal.
Berawal dari Pantai Trisik, Kulonprogo, Yogyakarta, saat itu, Wagiran, ketua kelompok perikanan Trunojoyo di Kulonprogo yang membuktikan hal tersebut kepada anggota kelompoknya Jumaryanto. Jumaryanto, warga Desa Triharja pada akhir Februari 2009 bisa memanen 3,5 kuintal lele lalu dari sepetak kolam terpal berukuran 4 m x 8 m berkedalaman 50 cm.
Bobot panen lele saat itu mencapai 7-10 ekor/kg. Menurut Jumaryanto yang berprofesi sebagai mantri tani hasil produksi lele yang dibudidayakan di kolam terpal tidak kalah dibandingkan budidaya lele di kolam tanah.
Faktanya membangun kolam terpal di lahan pasir sangat mudah. Lahan yang hendak dijadikan kolam dikeduk terlebih dahulu sedalam 90 cm. Dinding-dindingnya dibuat miring 30 derajat. Kemiringan itu berguna sebagai penyangga saat kolam terpal sudah berisi air.
Tanah hasil galian itu selanjutnya dipakai untuk membuat tanggul setinggi 40-45 cm. Tanggul itu dipadatkan supaya kuat. Berikutnya, supaya tanggul tidak amblas saat diinjak, permukaan tanggul diberi batako atau bata merah.
Pada dasar kolam selanjutnya dibenamkan sekam setebal 10 cm. Untuk kolam ukuran 4 m x 8 m, misalnya perlu 3 m3 sekam. Sekam berguna untuk menjaga agar suhu air stabil pada temperatur 27-30°C. Baru setelah itu terpal bisa dipasang. Tebal terpal cukup satu lapis. Sebagai penguat ujung terpal dipinggir kolam, ujung terpal ditindih memakai bata.
Faktanya kolam terpal memang memiliki banyak kelebihan. Biaya pembuatannya relatif lebih murah ketimbang memakai kolam semen. Biaya membuat kolam terpal berukuran 4 m x 8 m hanya membutuhkan dana Rp5-juta.
Soal daya tahan, kolam terpal bisa diandalkan. Kolam terpal dapat dipakai selama 4 tahun dengan syarat, ujung terpal yang ada di tepi kolam tidak rusak akibat sinar matahari atau kerusakan mekanis. Bila rusak, umur terpal paling pol 2 tahun.
Kelebihan lain kolam terpal terletak pada kemudahan melakukan bongkar pasang dan memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah yang sulit air. Kolam terpal juga mudah dikeringkan. Sebagai perbandingan kolam tanah butuh waktu sampai 3 hari, kolam terpal hanya 1 jam.
Namun meski mudah dan aplikatif, ikan yang dipelihara di kolam terpal butuh diberi penanganan khusus. Hal tersebut disebabkan sisa-sisa pakan dan kotoran lele yang dibudidaya, misalnya, tidak akan terurai akibat kolam tidak bersentuhan dengan tanah. Tanah memang memiliki fauna yang akan menguraikan sisa pakan dan metabolisme tersebut menjadi bahan organik.
Hal tersebut dapat diatasi dengan menguras kolam terpal perlu dikuras 2 kali selama budidaya. Pada lele pengurasan kolam terpal dilakukan pada saat lele berumur 50 hari. Berikutnya pengurasan kedua di kolam terpal dilakukan 10 hari berikutnya. Yang perlu dicermati pengurasan di kolam terpal tidak perlu dilakukan total, tetapi hanya membuang 50% air dengan menyedot lumpur dan air dasar kolam terpal.
Yang perlu peternak ketahui saat budidaya lele di kolam terpal adalah pertumbuhan lele sesungguhnya lebih lambat daripada di kolam tanah. Itu karena kolam terpal tidak bisa menyediakan pakan alami seperti yang terbentuk di kolam tanah.
Untungnya, kecepatan tumbuh itu tidak terlalu signifikan karena hanya berselisih 4-5 hari untuk mencapai ukuran konsumsi 7-10 ekor/kg dibandingkan di kolam tanah sehingga budidaya lele di kolam terpal tetap layak dilakukan.
Biaya pembuatan kolam terpal per meter persegi sekitar Rp250.000–Rp300.000. Salam bebeja
terimakasih atas doa dan perhatiannya. Memang semua itu titipan sang Pencipta. Salam bebeja
oke bagus sekali semoga sukses
Terimakasih. Salam bebeja
Budidaya lele bukan termasuk komoditas padat modal. Untuk kolam terpal (di atas tanah dengan bambu) dengan ukuran 2 x 3 m dan tinggi 1 m dan padat tebar 25–30 ekor per meter persegi (tebar dari benih), membutuhkan modal sekitar Rp1-juta. Ditambah biaya pakan, tenaga kerja, dan biaya tidak terduga sebesar 10%, total biaya mencapai sekitar Rp2,5-juta selama 45–50 hari budidaya. Salam bebeja.