Fashion Jokowi Prabowo

0
13
jokowi prabowo

Selera berbusana alias fashion kedua pasang calon presiden (capres) dan wakil presiden (wapres) lebih sering mencerminkan kepribadian mereka dalam memimpin.

Oleh karena itu, menjadi mudah bagi masyarakat untuk memilih siapa pemimpin tepat jika mereka lebih dahulu paham semiotika visual fashion keempat tokoh yang kini tengah flamboyan itu: Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Namun rumus itu menjadi tidak baku manakala fashion kandidat telah dibentuk menjadi alat pencitraan oleh tim sukses mereka. Misalnya saja capres Joko Widodo (Jokowi) yang tampil mengenakan kemeja kotak-kotak saat pengambilan nomor undian di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 1 Juni 2014.

Pemilihan pakaian itu telah menjadikan mantan Walikota Solo itu menjadi demikian mencolok karena tampil paling tidak senada dengan ketiga tokoh lain. Antropolog Teuku Kemal Fasya berpendapat pakaian kotak-kotak telah menjadi trend setter Jokowi sejak mencalonkan diri sebagai calon gubernur pada 2012.

“Pakaian itu memiliki makna khusus. Siapa pun yang memahami alam politik Indonesia pasti hanya akan memiliki asosiasi tunggal terhadap gaya pakaian itu,” katanya. Namun pakaian biru jingga kotak-kotak itu faktanya bukan hanya melekat kepada Jokowi tapi juga Ahok.

“Mungkin atas dasar itu pula, Jusuf Kalla (JK) tidak memilih baju kotak-kotak yang bisa menyebabkannya terjerumus pada simbolisme Ahok yang keras, langsung pada poin masalah, arogan, minoritas, dan muda. JK perlu simbolisme baru dan mitos baru tentang dirinya dengan kemeja putih yang dilipat selengan,” katanya.

Wiranto bahkan mengatakan satu hal paling disukai para purnawirawan jenderal terhadap Jokowi adalah kesederhanaan. Menurut dia, hal itu terlihat dari pakaian keseharian Jokowi ketika blusukan ke kampung di Jakarta. “Baju, Rp100.000, celana Rp115.000, sepatu juga cuma berapa harganya. Coba bayangkan pemimpin kita kayak begitu,” kata Wiranto.

Sementara capres Prabowo dan cawapres Hatta kerap kali mengenakan kemeja putih dengan empat saku yang langsung mengarah pada referensi tunggal penggagas pertamanya, yakni Soekarno.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Harris Bobihue mengatakan, penggunaan kemeja tersebut dimaksudkan untuk melestarikan budaya hidup para pendiri bangsa. Para pejuang kemerdekaan selalu mengenakan busana bercorak seperti itu.

“Sosok Bung Karno ciri khasnya seperti itu. Pak Prabowo senang, beliau mengagumi Soekarno sampai baju pun beliau melihat perlu dilestarikan,” katanya. Ia menambahkan busana yang dikenakan Prabowo itu dibuat oleh seorang penjahit rumahan yang berada di Bogor, Jawa Barat.

Bahan serta corak kemeja yang dikenakan Prabowo sama persis dengan kader Partai Gerindra. Sayang, ditinjau dari sudut semiotika beberapa tokoh yang mencoba mengikuti fashion ala Soekarno nyatanya hanya jadi pengekor budaya kemeja dan tidak menjadi sosok seideologis Soekarno. Pun serupa ketika Prabowo dan Hatta menjadi mimikri yang kandas dari Soekarno asli.

Teuku Kemal Fasya berpendapat Prabowo dan Hatta telah gagal “membunuh” sang pencipta kemeja kotak empat itu (The Author-God). “Kesannya mereka hanya menjadi pengikut ahistoris. Politik simulacra oleh Prabowo-Hatta tidak sukses meng-counter-signature sejarah fashion Soekarno,” katanya.

Bahkan justru menurut dia terselip simbolisme borjuistis, dengan badan tambun, tua, dan tidak gesit. “Ingat baju ala Eropa itu digunakan Soekarno ketika berumur 30-40-an, sebagai perlawanan simbolis atas kolonialisme Belanda memakai simbol kolonial juga istilahnya decoding with encoding process,” katanya.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menganalisis bahasa tubuh (gesture) capres Jokowi dan Prabowo yang sangat berbeda saat mengikuti pengambilan nomor urut Pilpres 2014 di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat. “Jika calon presiden nomor urut satu, Prabowo menampilkan sikap tidak santai, capres nomor urut dua, yakni Jokowi justru terlihat santai menghadapi pengambilan nomor urut. Terlebih, saat menyampaikan sambutannya, Prabowo terkesan kaku dan bergaya layaknya pejabat pada umumnya,” katanya.

Menurut dia, awalnya Prabowo tampil cukup lurus, fokus, sementara Jokowi yang pada awalnya menyampaikan pidato singkat dengan pernyataan yang rileks, tapi kemudian justru mencuri pagar, dengan mengatakan nomor dua itu keseimbangan, sambil terkesan mencuri start kampanye.

Untuk Prabowo, kata dia, jauh lebih struktur tapi terkesan kaku dengan pernyataan yang khas pejabat dan kurang jenaka. “Dalam pidato kedua pasangan capres tersebut juga terlihat adanya permainan vokal yang menunjukkan ciri khas keduanya, yang secara tidak langsung bisa membuat masyarakat menentukan presiden pilihannya,” katanya.

Soal proses pengambilan nomor urut juga menjadi fenomena menarik, tapi yang dipertaruhkan bukan komunikasi verbal tapi juga gestur dimana ada juga vokalika memainkan tone yang akan dilihat publik. “Kalau pemilih ingin melihat sosok yang tegas preferensi yang mana, kalau sosok yang dekat dan membumi itu pilih kemana,” katanya.

Sementara dari sisi pidato tiga menit Prabowo memulai dengan Assalamualaikum WrWb, Shalom, Salam Sejahtera, dan Om Swasti Wastu yang ingin dijadikan alat rekonstruksi dirinya sebagai bagian dari propluralisme dan bukan pendukung fasisme religius. Itu sekaligus menjadi indeks yang dipakai komunitas propluralisme sebagai penghargaan atas agama di Indonesia

Sedangkan Jokowi memulai dengan salam ala Nahdliyin yang terkesan ingin mendekonstruksi bangunan nasionalisme yang terlanjur pekat di dalam dirinya. Simbolisme Jokowi sebagai sosok tak jelas agamanya seperti yang selama ini dikampanyehitamkan oleh lawan politiknya, ternyata memiliki wajah lain. Bagi partai pendukung antiJokowi, penampilan Jokowi di luar perkiraan (Hanni Sofia).

Hanni SofiaRiwayat Penulis: Hanni Sofia adalah master art of  journalism dari Ateneo de Manila University. Saat ini ibu 3 anak itu adalah pewarta ekonomi di desk ekonomi mikro meliputi kewirausahaan, pariwisata, ekonomi kreatif, koperasi, UKM dan tekno di Kantor Berita Antara di Jakarta. Perempuan yang sudah 9 tahun berkecimpung di dunia pers dan sangat menggemari jalan-jalan itu saat ini adalah kontributor www.bebeja.com. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here