Budidaya akuaponik yang memadukan pemeliharaan ikan konsumsi dengan aneka sayuran daun seperti kangkung, selada, dan caisim serta sayuran buah seperti tomat, terung, dan cabai banyak dilakukan pehobi skala rumah di berbagai kota.
Sejatinya, titik tekan pada budidaya akuaponik adalah pemeliharaan ikan. Limbah dari pemeliharaan ikan itu lantas menjadi sumber nutrisi aneka tanaman sayuran. Sebab menjadi komponen penting pada akuaponik, pehobi pun dituntut lebih jeli memilih jenis ikan dengan mempertimbangkan aspek perawatan hingga pemasaran.
Dari jenis ikan konsumsi, lele dapat menjadi pilihan utama. Selain dapat ditebar kepadatan tinggi, hewan karnivora tersebut adaptif dalam kondisi air sedikit oksigen terlarut. Hal itu penting bila kolam akuaponik tidak dilengkapi aerator dan hanya mengandalkan kucuran air dari pipa inlet.
Limbah lele mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang berguna bagi tanaman. Sudah begitu tipe pergerakan lele vertikal dengan lebih banyak berdiam di dasar kolam, membuat distribusi limbah itu merata.
Ini penting bila saluran outlet berada sekitar 1/3 dari tinggi kolam. Kecukupan nutrisi bagi tanaman dari anggota keluarga Clariidae itu adalah setiap tanaman sayuran daun memerlukan 2 lele. Bila sayuran buah, rasionya menjadi 1:10.
Ikan pilihan lain adalah nila. Ikan nila tergolong omnivora yang hampir memiliki ketahanan seperti lele. Meski demikian pergerakan nila yang horizontal membuat limbah dari sisa pakan dan kotoran mengendap di dasar kolam sehingga perlu penempatan pas saluran outlet.
Pilihan lain seperti ikan mas, gurami, dan bawal tidak disarankan lantaran ketiganya memerlukan kadar oksigen terlarut tinggi, terutama saat malam. Pun masa budidaya lebih lama daripada lele serta nila. Gurami, misalnya, dipanen setelah 7-8 bulan dipelihara. Bandingkan lele, 2,5-3 bulan untuk ukuran konsumsi.