Perkutut bersuara indah menjadi dambaan pehobi. Namun seringkali saat ia berbunyi terdengar suara noklak. Suara noklak adalah suara pecah, bunyinya menjadi klak. Suara seperti itu tidak enak didengar karena yang diinginkan adalah suara ujung berbunyi kung.
Banyak cara supaya suara noklak perkutut tersebut teratasi. Salah satu cara dengan mengikat leher burung. Hampir semua pemain perkutut pernah mempraktekkan cara tersebut.
Fungsi ikat leher itu hanya menyempurnakan suara. Sebab bila perkutut tidak memiliki potensi suara bagus, biar diikat bagaimana pun hasilnya tetap jelek. Pada umur 2,5 bulan perkutut biasanya mulai bersuara sehingga ketika itu perkutut jempolan bisa diseleksi.
Tidak semua pehobi menyukai cara ikat leher itu. Yang kontra menyebutkan alasan mendengar suara perkutut ibarat mendengarkan seni suara. Jadi bila diikat suara perkutut memang indah, tapi tidak alami. Padahal seni suara perkutut haruslah alami.
Terlepas dari kontroversi itu, pemakaian ikat leher lazim di perkutut. Bahkan di Thailand cara yang dipopulerkan pehobi di Pulau Madura pada 1970-an itu dipakai sejak akhir 1990-an.
Meskipun cuma sekadar mengikat, ternyata butuh keahlian untuk bisa melakukan pengikatan yang bagus. Salah mengikat tali, berujung perkutut tidak mengeluarkan suara. Kalaupun keluar suaranya tidak meliuk-liuk, tertahan oleh ikatan.
Pemasangan juga tidak boleh terlalu longgar karena bisa membuat paruh burung masuk ke dalam ikatan dan burung tercekik. Tali biasanya dipasang pas seukuran tubuh burung. Namun, cara itu cukup berisiko lantaran tidak ada ukuran pasti, semua masih memakai metode kira-kira.
Tali ikat yang dipakai adalah nilon. Nilon dipilih karena tipis, halus serta tidak mudah putus. Posisi ikatan harus dekat kulit. Bila terhalang bulu, tidak berguna. Sebab cukup rumit, banyak pehobi memakai jasa pengikatan untuk memasang tali di leher sang klangenan. Tali itu biasanya dipasang dua hari sebelum lomba. Bila sehari-hari, tali harus dibuka supaya perkutut hidup nyaman.
