Kebutuhan besar itik pedaging yang sulit terpenuhi, mendorong Tatag Prihartono di Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur, menyilangkan itik pedaging peking dan itik lokal sehingga lahir itik hibrida.
Itik peking dipakai sebagai salah satu induk karena laju pertumbuhan bobot cepat. Itik lokal dipakai untuk bisa mempertahankan karakter itik dengan warna bulu kecokelatan, aktif serta memiliki daya tahan tubuh bagus.
Itik hibrida tersebut memiliki sejumlah keunggulan. Bobot 1,1-1,3 kg/ekor, diperoleh dalam waktu 33 hari memakai pemeliharaan sistem kandang kering sehingga tidak berbau. Dari bobot hidup itu, diperoleh 0,7-0,8 kg karkas.
Itik hibrida yang seringkali disebut itik sayur lantaran berdaging empuk dan tidak amis itu, sudah dipasarkan oleh Tatag hingga ke beberapa kota seperti Jakarta dan Surabaya.
Untuk pasar Jakarta misalnya, franco harga karkas beku itik hibrida itu mencapai Rp45.000-Rp47.000/kg.
“Dagingnya lezat dan empuk, tidak liat seperti karet ban,” ujar Raharjo, praktisi ikan hias di Jakarta Timur, yang mencicipi olahan menu daging itik hibrida itu di salah satu rumahmakan.
Tatag menuturkan pertumbuhan jantan dan betina relatif sama. Sebab itu, keduanya dipanen pada umur 33 hari. Perawatan pun relatif mudah. Pakan stater ayam pedaging diberikan saat itik berumur 2-12 minggu. Selanjutnya hingga masa panen, itik diberi pakan campuran dengan kandungan protein 18%.