Andai sesuatu hal tidak bisa memenuhi harapan, seringkali kita berasumsi hal tersebut lebih disebabkan karena kesalahan orang lain atau kondisi lain yang tidak mendukung. Entah itu terjadi di rumah, lingkungan pekerjaan, atau saat berinteraksi sosial.
Apa yang terjadi selanjutnya? Serentet masalah muncul: emosi berlebihan dan tidak terkontrol, depresi, frustasi, hingga stres. Ujung-ujungnya, kita merasakan hidup ini tidak bahagia.
Benarkah demikian? Disadari atau tidak menumpahkan kesalahan pada orang lain yang mungkin berkontribusi terhadap masalah yang kita hadapi, menjadi jalan keluar sementara bagi kita. “Gara-gara Anda semua proyek ini batal atau terganggu. Andai Anda lebih cermat, semua kesalahan ini tidak bakal terjadi. Sadarkah Anda bahwa Andalah penyebabnya?”
Tiga kalimat tersebut sering tergiang dibenak dan tanpa berpikir panjang kita lontarkan pada orang lain yang kita anggap sebagai penyebab harapan itu pupus. Padahal, boleh jadi kita sesungguhnya yang menyebabkan hal itu terjadi. Namun, mengapa orang lain yang harus bertanggungjawab atas kebahagiaan kita? Kita yang semestinya bertanggungjawab atas kebahagiaan diri sendiri.
Bayangkan, menyalahkan orang lain butuh energi besar yang seringkali tidak kita sadari. Orang lain tersebut bahkan menyandera kehidupan kita. Ia akan kita perbincangkan mulai di lingkungan kantor, rumah, dan lainnya. Sadarlah bahwa itu hanya membuang waktu yang semestinya bermanfaat untuk mengerjakan hal penting lain.
Mulai dari sekarang, cobalah secara bertahap berhenti menyalahkan orang lain dan kondisi yang ada. Perlahan tapi pasti kita akan menciptakan suasana baru: perasaan baru yang lebih positif sehingga hidup lebih menyenangkan dan mudah dikelola. Silakan buktikan! (Richard Carlson-Dont Sweat the Small Stuff).