Kehadiran gulma pada tanaman budidaya lebih banyak merugikan karena menyebabkan berbagai kondisi seperti kompetisi penyerapan zat hara hingga perebutan ruang untuk memperoleh sinar matahari, terutama pada jenis tanaman merambat.
Gulma merupakan tumbuhan yang mampu beradaptasi seiring ritme pertumbuhan tanaman budidaya. Daya tumbuhnya cepat dan memiliki kemampuan regenerasi tinggi sehingga gulma sulit diberantas.
Gulma dapat digolongkan menjadi gulma rumput, gulma teki, dan gulma daun lebar. Masing-masing golongan gulma tersebut mempunyai siklus hidup berbeda, mulai dari semusim (contoh babadotan Ageratum conyzoides dan teki Cyperus difformis) dan tahunan (contoh alang-alang Imperata cylindrica yang mencapai 3 tahun).
Di lapangan, serangan gulma pada tanaman budidaya tahunan (terutama tanaman buah) lebih berdampak pada penurunan produktivitas hingga 40%. Berbeda bila serangan pada tanaman semusim, efek persaingan dengan gulma dapat segera ditanggulangi. Berbagai riset menunjukkan penurunan produksi akibat gulma pada padi hingga 10%, 13% jagung, 15,7% tebu, 11,9% cokelat, dan 11,8% kacang tanah.
Kehadiran gulma juga dapat diikuti serangan hama dan penyakit karena gulma bisa menjadi inang. Contoh gulma Lersia hexandra dan Cynodon dactylon yang menjadi tumbuhan inang hama ganjur padi.
Gulma juga mempunyai senyawa alelopati, yaitu metabolit sekunder yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman utama. Penelitian pada tanaman sayuran memperlihatkan ekstrak akar dan daun alang-alang bisa menghambat daya tumbuh kecambah biji kedelai dan kacang panjang.
Pengendalian gulma paling sederhana dengan cara mekanis, yakni langsung mencabut gulma memakai alat seperti sabit, cangkul, atau alat berat. Cara lain dengan menggenang lahan bertipe tanah pasir yang memiliki porositas bagus. Pemakaian mulsa juga dapat menghambat gulma. Namun, pemakaian herbisida lebih sering menjadi pilihan karena berefek cepat dan murah.