Minyak goreng yang jernih sudah menurun kandungan karotennya, terutama betakaroten yang merupakan sumber vitamin A. Demikian pula kandungan tokoferol, salah satu antioksidan penangkal radikal bebas. Pada minyak sawit merah misalnya, kadar alfa tokoferol mencapai 427 ppm, sedangkan minyak sawit yang dijernihkan, tersisa 240 ppm. Selain pada minyak kelapa sawit, tokoferol dijumpai pada minyak gandum.
Zat gizi mikro pada minyak goreng yang jumlahnya menurun selama proses penjernihan minyak sawit itu, sesungguhnya mempunyai manfaat kesehatan seperti mencegah kebutaan dan penuaan dini, antikanker, dan meningkatkan imunitas.
Namun terdapat dilema saat proses pemurnian tersebut. Pihak industri mengerti bila karoten sulit dijaga saat proses pemurnian. Sebab itu dilakukan upaya fortifikasi atau menambahkan betakaroten dari luar. Namun car aitu terkendala biaya mahal sehingga pilihannya memakai retinyl palmitate.
Penambahan betakaroten dari luar juga memicu perubahan warna signifikan minyak goreng hingga 10-15 kali lipat, selain itu minyak menjadi tidak tahan panas. Hal itu menjadi masalah karena masyarakat mengetahui bila warna minyak goreng kekuningan, bukan kemerahan. Cara aman dengan berusaha mempertahankan betakaroten alami pada minyak sawit tidak hilang sehingga tidak perlu melakukan fortifikasi.