Salah satu jenis kerapu favorit pengunjung untuk disantap di Restoran Bandar DJakarta di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara adalah kerapu cantang. Harga hidup kerapu cantang mencapai Rp30.500 per 100 gram.
Kerapu cantang yang dijual di restoran ikan terkenal itu bukan jenis kerapu sembarangan. Dialah kerapu hibridisasi antara 2 jenis kerapu, yakni kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus betina dan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus jantan. Hibridisasi itu dilakukan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur sejak 2009.
Hibridisasi merupakan upaya meningkatkan keragaman genetik dengan mengambil karakter-karakter unggul dari induk sehingga diharapkan menghasilkan keturunan “super unggul” dengan kriteria antara lain cepat tumbuh, tahan terhadap penyakit, dan adaptif di berbagai lingkungan budidaya dengan salinitas 15-33 ppt dengan padat tebar tinggi.
Kerapu cantang memenuhi kriteria itu. Selain bercorak indah dengan kombinasi hitam dan putih, pertumbuhannya lebih cepat ketimbang induk. Bayangkan bobot 1 kg tercapai selama 8,5 bulan pemeliharaan. Padahal bobot sama pada kerapu macan tercapai setelah 1,5 tahun. Beberapa ujicoba oleh BBAP juga memperlihatkan bobot 1 kg dapat tercapai dalam tempo 5 bulan, dari bobot awal tebar 100 gram/ekor. Jenis induk yang menitiskan pertumbuhan cepat itu adalah kerapu kertang.
Induk lainnya kerapu macan mewariskan daya tahan tubuh prima. Pantas bila kerapu cantang lebih tahan terhadap serangan penyakit karena bakteri Aeromonas sp dan Vibrio sp. Kedua penyakit itu sampai saat ini momok peternak karena memicu kematian massal.
Seabrek keunggulan itu membuat peternak di sentra produksi kerapu seperti Lampung, Situbondo, Batam, hingga Bali, antusias membudidayakan kerapu cantang. Meski pasar ekspor tetap menginginkan kerapu macan sebab rasa dianggap lebih lezat, tapi faktanya kerapu cantang yang memiliki rasio pakan atau FCR (Feed Convertion Ratio) sebesar 5 itu dapat menjadi kerapu subsitusi tatkala produksi kerapu macan seret.