Lobster laut Panulirus sp merupakan komoditas unggulan perikanan yang populasinya di alam terus menurun akibat penangkapan berlebihan.
Penurunan tersebut tampak dari ukuran lobster tangkapan. Di laut selatan Jawa seperti di Banyuwangi dan Pacitan (Jawa Timur) dan Pangandaran (Jawa Barat), pada musim penangkapan sekitar November-Januari, lebih banyak diperoleh anak lobster tidak layak jual berbobot kurang dari 100 gram/ekor.
Bila dijual pun, harganya rendah Rp25.000-Rp50.000/kg. Bandingkan dengan lobster dewasa, Rp350.000-Rp400.000/kg. Anak lobster tersebut paling banter menjadi bahan keripik atau peyek (Jawa). Padahal anak lobster itu bisa dibesarkan sampai ukuran konsumsi. Sebab itu, perlu upaya membesarkan lobster di luar habitat asli dengan memakai bak semen dan akuarium. Ini peluang bisnis yang besar.
Pembesaran lobster pernah dilakukan di keramba jaring apung (KJA) bekas budidaya kerapu di Pacitan, Jawa Timur. Itu sebatas penelitian, meski hasilnya memuaskan. Dari anak udang karang berbobot 50 gram/ekor yang dipelihara selama 4 bulan memakai pakan ikan rucah, bobot konsumsi di atas 100 gram/ekor tercapai.
Balai Benih Ikan Pantai Sundak, Gunungkidul, Yogyakarta, pernah meriset pembesaran anak lobster di bawah bobot 100 gram/ekor memakai bak beton. Dengan pakan kerang dan bulu babi, bobot di atas 100 gram/ekor tercapai selama 2-3 bulan pemeliharaan. Dari penelitian itu juga diperoleh rata-rata pertumbuhan anak lobster sebesar 25-40 gram/ekor dengan tingkat kematian pada saat pengangkutan dari pengumpul bibit ke kolam sebesar 5-7%.
Pembesaran lobster laut dapat dilakukan di kolam semen berukuran 1,5 m x 2 m berkedalaman 1 m atau akuarium berukuran 90 cm x 60 cm x 40 cm. Di kolam semen dengan tinggi air 20 cm, dapat dipelihara 100 ekor dan 15 ekor di akuarium.
Air laut yang dipakai dapat dibeli seharga Rp350.000 per 5 m3. Air itu cukup sekali dibeli karena selanjutnya difilterisasi sampai masa panen. Pakan selama budidaya adalah ikan rucah. Untuk populasi 700 lobster perlu 3 kg/hari ikan rucah.
Supaya anak lobster nyaman, pada dasar kolam dan akuarium perlu ditaruh karang mirip habitat aslinya. Untuk mencegah kanibalisme saat anggota keluarga Palunuridae itu berganti kulit, di kolam dan akuarium dapat diberi tanaman air seperti rumput merah (red grass). Anak lobster juga perlu tempat berlindung. Di alam pada awal perkembangan hidup, udang karang itu bersifat bentik dan hidup merayap.
Anak udang secara naluri akan mendekati benda tertentu untuk berlindung dari predator. Meski demikian sifat itu bakal hilang sejalan pertumbuhan tubuh. Artinya, peluang kanibalisme ketika dewasa sangat kecil. Berbeda dengan lobster air tawar yang hingga berukuran besar tetap mempunyai sifat kanibalisme tinggi.
Sebab pemeliharaan di bak, sistem filterisasi menjadi penting. Setiap kolam perlu memakai 3 filter untuk menyaring kotoran dari kolam dan akuarium. Pada filter pertama ditaruh pasir. Filter kedua ditaruh karang kecil, dan filter terakhir yang menjadi resevoir tidak diberi material, tetapi menampung limpahan air dari filter ke-2 yang masuk melalui pancuran. Hal itu dilakukan untuk menaikkan kadar oksigen terlarut sebelum dialirkan lagi ke kolam.
Kualitas air pada budidaya lobster harus dijaga. Rata-rata salinitas sekitar 28-32 ppt, pH di atas 7, dan kadar oksigen terlarut 5-8 ppm. Di luar kondisi itu, pertumbuhan udang karang dapat terganggu. Peternak udang karang perlu benar-benar mengecek parameter itu karena seringkali air laut yang dijual berkadar garam sekitar 25 ppt.
Terimakasih. Salam bebeja