Bagi Tatang (37 tahun) di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pohon gayam tak lebih dari tanaman peneduh. “Di bawah pohon, hawanya bikin sejuk,” ujarnya. Sebab kondisi itu, pada 2017 Tatang membangun warung kopi di bawah pohon Inocarpus fagifer berumur lebih dari 25 tahun tersebut.
Nun di Yogyakarta, gayam mudah dijumpai di desa-desa. Harap mafhum, Kota Gudeg itu merupakan salah satu daerah sebaran alami gayam. Pohon-pohon gayam itu tumbuh subur di sejumlah kabupaten seperti Kabupaten Bantul, Sleman, serta Kulonprogo. “Bijinya enak direbus,” ujar Pardjito, pedagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Pohon gayam menyukai tanah lempung berpasir serta lempung liat. Tumbuhan itu dominan hidup di daerah yang lembap seperti di dekat mata air, tepi sungai, serta saluran air. Tumbuhan dengan kandungan nutrisi biji, yakni 74% karbohidrat serta 11% protein itu sejak lama dimanfaatkan untuk beragam keperluan seperti pangan, pakan, kayu bakar, penahan erosi hingga lokasi burung bersarang.
Pardjito menuturkan daun muda gayam acapkali menjadi pilihan isian sayur lodeh. “Kalau daun tua untuk makan kambing,” kata pria 54 tahun itu. Yang menarik, warga di desa-desa percaya bila keberadaan gayam dapat menjaga sumber air dari kekeringan meski musim kemarau. “Sumur di rumah tak pernah kering,” ujar Pardjito yang lingkungan kediamannya tumbuh 2 pohon gayam itu.