Kopi gajah lahir setelah Blake Dinkin, seorang pengusaha, terobsesi menciptakan kopi sekelas kopi luwak yang mendunia. Bermula dari membaca kisah eksotis produksi kopi luwak yang unik di surat kabar nasional di Kanada pada pengujung 1990-an, Blake mencoba bereksperimen menciptakan kopi dengan rasa eksotik tersebut.
Obsesi itu diwujudkan Blake Dinkin pergi ke Ethiopia di Benua Afrika yang sejak sebelum 2000 menjadi salah satu negara tujuan bisnisnya. Blake pula yang bersusah payah memperkenalkan kehebatan bisnis kopi luwak pertama kali kepada pemerintah setempat. Hasilnya? Pemerintah setempat mendorong pekebun kopi untuk menghasilkan kopi luwak made in Ethiopia.
Setahun berjalan, usaha kopi luwak yang digarapnya bersama pekebun di Ethiopia tersebut menghadapi kendala. Penyebabnya adalah pandemi penyakit pernapasan akut SARS.
Celakanya, musang dituding menjadi agen perantara penularan penyakit tersebut melalui kotoran. Di China misalnya, lebih dari 10.000 musang dimusnahkan. Hal lain yang mendorong Blake Dinkin mulai berpaling dari musang adalah perilaku pekebun di Ethiopia yang seenaknya dalam merawat musang.
Blake Dinkin mulai melirik hewan lain yang berpotensi sebagai pengolah buah kopi dengan syarat: hewan tersebut bersih dan mau memakan biji kopi arabika tanpa paksaan. Hewan tersebut harus bersifat monogastrik alias memiliki perut tunggal. Setelah melalui serangkai ujicoba pada beberapa hewan, pilihan Blake jatuh pada gajah.
Meskipun gajah menjadi pilihan, Blake banyak mengalami kegagalan untuk bisa menemukan teknik pas memproduksi kopi enak. Namun serentetan kegagalan itu terbayar lunas di saat Blake Dinkin memperkenalkan kopi gajah seperti kopi luwak tersebut pada lomba Polo bergengsi di Thailand pada Agustus 2012.
Berikutnya, pada Januari 2013 Blake resmi meluncurkan kopi gajah dengan sebutan gading hitam alias black ivory coffea di jaringan hotel di Thailand dengan harga fantastis, yakni 40 dolar atau setara Rp400.000 per cangkir (1 dolar=Rp10.000). Bahkan di Abu Dhabi harga secangkir kopi gajah dengan aroma lembut dan halus dan tanpa rasa pahit seperti kopi biasa tersebut mencapai Rp500.000.
Mengapa kopi gajah tersebut demikian mahal? Duduk perkaranya adalah untuk memperoleh sekilo bubuk kopi gajah dibutuhkan 33 kg biji kopi yang mesti ditelan sang gajah. Caranya, para gajah tersebut diberi dalam jumlah sedikit dan di antara pakan tersebut diselipkan buah-buah kopi.
Jumlah kopi yang diberikan pada gajah tersebut cukup besar lantaran gajah seringkali mengunyah, bukan menelan sehingga menghancurkan buah kopi itu. Berkat kopi gajah, kini salah satu unit bisnis Blake Dinkin di bidang olahan mulai melambung lagi.