Mancing semi galatama di kolam pemancingan berukuran 100 m x 25 m, di Brigif 15 Kujang, Cimahi, Jawa Barat, selalu disesaki mania mancing pada setiap Rabu dan Minggu.
Di sana, pemancing dari Kota Bandung, Kabupaten Bandung, hingga luar kota seperti Jakarta, Garut, Bogor, bahkan Surabaya, beradu lihai memikat 2 kuintal atau setara 200-250 kg ikan mas dengan tiket lomba Rp300.000. Itu kolam pemancingan terbesar di wilayah Bandung.
Setiap pemancing yang memperoleh ikan mas berbobot 200 gram-3 kg per ekor, berhak membawa pulang hasil pancingan. Total jumlah lapak mencapai 100-an dengan lapak lomba dibatasi 86 lapak. “Itu sebab disebut semi galatama,” ujar Kapten Inf. Nur Irfansyah, manajer kolam pemancingan yang telah beroperasi selama 2 tahun itu.
Pengelola kolam itu menerapkan aturan ketat. Setiap joran yang tidak dipakai misalnya, tidak boleh diletakkan disamping pemancing, melainkan di belakang pemancing.
“Pemancing dilarang mengebom pakan dengan tangan,” kata Ahdar, penanggung jawab kolam itu. Hal itu disukai mania mancing yang datang, seperti diungkapkan Asep Sudaryanto. “Lomba jadi berjalan lebih adil dan fair play,” ujar pria 47 tahun itu.
Yang menarik dan patut ditiru, setiap kali ikan akan dimasukkan ke kolam pada pagi hari menjelang lomba, selalu menghadirkan saksi pihak peserta.
Demikian pula saat lomba selesai, jumlah ikan sisa di kolam dihitung dihadapan saksi. Menurut Abah, pemancing dari Cimahi, Jawa Barat, dengan saksi dari peserta lomba, peserta bisa mengetahui rata-rata bobot ikan pancing.
“Ikan terberat bisa mencapai 2,8-3 kg/ekor,” ujar Abah. Ikan mas itu didatangkan sehari sebelumnya dari peternak di Waduk Cirata dan disimpan di dalam 4 bak penampungan.
Pengelola kolam pemancingan memakai air limbah dari penduduk untuk mengisi air kolam. Hal itu menuntut perlakuan khusus agar ikan mas tidak cepat mati.
“Sebelum masuk kolam, air diendapkan dan difilterisasi di kolam lain,” kata Ahdar. Kolam yang dimaksud adalah sebuah kolam resevoar berukuran 50 m x 25 m yang berisi tanaman eceng gondok.