Cabai rawit bagi Hasanah di Magelang, Jawa Tengah wajib dibeli saban hari. Harap mafhum, sayuran buah itu bahan penting membikin sambal kesukaan sang suami.
Perempuan 31 tahun itu acapkali membeli dari pedagang sayur yang melewati rumahnya di Mertoyudan. Cabai rawit lonjong putih kemerahan yang diincarnya lantaran pedas. “Lima buah harganya Rp2.000,” ujarnya.
Perempuan alumnus Universitas Gadjah Mada itu belakangan mulai menanam cabai rawit yang biasanya dibeli. Ia berhitung saban minggu perlu mengeluarkan dana hingga Rp30.000 untuk membeli cabai rawit. “Sebulan bisa Rp120.000. Sebab itu, saya memilih menanam sendiri,” kata ibu 2 putri itu.
Hasanah memakai benih cabai rawit hibrida nirmala. Setelah disemai memakai media kompos bercampur arang sekam, ia lantas menanamnya di pot berukuran 30 cm setelah bibit berdaun 4.
“Produksinya cukup banyak karena media tanam yang saya pakai diolah dulu,” ujarnya senang. Panen cabai dilakukan Hasanah setelah 80 hari dengan rata-rata produksi per tanaman mencapai 60 buah.
1. Media tanam terdiri atas campuran pupuk kandang kambing, kompos, dan sekam dengan perbandingan 1:2:1. Pupuk kandang diaduk rata dan dijemur selama 2-3 hari sampai kering untuk mencegah cendawan.
2. Sebelum masuk pot, pada media setiap pot ditaburkan masing-masing satu sendok pupuk majemuk NPK 15:15:15 dan pupuk fosfat. Aduk rata dan masukkan ke dalam pot. Tinggi media sekitar 3/4 tinggi pot dengan bagian dasar pot diberi pecahan genting agar sirkulasi udara dan air lancar. Tinggi pecahan genting sekitar 2 ruas jari.
3. Setiap 2 minggu, setiap pot diberi satu sendok pupuk majemuk NPK 15:15:15 dan pupuk fosfat. Pemberian dengan cara melarutkan kedua pupuk itu dengan 0,5 liter air, lantas dikocorkan.
4. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Penyiraman perlu untuk membantu pembentukan buah sekaligus mencegah media tanam kering lantaran pupuk fosfat dapat menyebabkan media tanam kering.