Talang-talang sepanjang 20 meter itu membujur lurus tanpa ada bagian yang melekuk. Penopangnya, tiang-tiang besi bercat cokelat setinggi 100 cm.
Setiap satu meter pada talang itu, si empunya membuat lubang tanam seukuran netpot. Setiap talang sepanjang 20 meter itu dapat menampung 40 lubang tanam. Total jenderal terdapat 1.000 lubang tanam di lahan sekitar 2.000 m2 yang dibuat.
Si empunya talang-talang itu, Supriyadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah menanam melon hidroponik secara terbuka menggunakan sistem nutrient film technique (NFT).
Teknik menanam melon hidroponik dengan cara itu bukan barang baru, tapi lazim diterapkan di greenhouse alias rumah kaca. Yang luarbiasa, Supriyadi justru melakukannya secara outdoor alias beratapkan langit. Lazimnya penanaman melon hidroponik outdoor memakai sistem irigasi tetes dengan media substrat.
Penanaman melon hidroponik sistem NFT outdoor itu, menuntut pengawasan cermat. Harap mafhum, nilai electro conductivity (EC) yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman hidroponik bisa terdampak akibat masuknya tetesan air hujan, misalnya. Sebab itu, Supriyadi menyiasati dengan menutup bagian atas seluruh talang, kecuali lubang tanam.
Untuk mengalirkan nutrisi dari bak penampung yang ditanam di tanah, Supriyadi memakai pompa. Kecepatan aliran nutrisi diatur konstan agar mampu merendam akar sekitar 3-5 mm, terus-menerus selama 24 jam.
Hal itu bukan perkara mudah mengingat panjang talang yang mencapai 20 meter itu datar. Supriyadi harus berhitung cermat soal debit aliran nutrisi yang diraciknya itu.
Kecermatan Supriyadi itu tampak dari tumbuh suburnya melon hidroponik di talang. Hampir 99% melon hidroponik itu tumbuh seragam mencapai tinggi 1 meter saat berumur 27 hari di semua titik lubang tanam. Itu artinya tidak ada bagian yang kekurangan asupan nutrisi. Melon-melon hidroponik NFT milik Supriyadi itu, beberapa telah mengeluarkan bunga, tanda siap menghasilkan buah.