Rebung bambu tabah berkualitas terkenal lezat. Rebung seperti itu menurut Dr Ir Ketut Pande Diah Kencana MS, staf pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana di Bali diperoleh dengan cara pemanenan yang baik.
“Hasilnya rebung bambu yang memenuhi standar permintaan pasar,” katanya kepada kontributor bebeja.com, Faiz Yajri.
Menurut Diah terdapat 4 hal penting yang dapat menurunkan mutu rebung bambu segar setelah panen. Pertama, kerusakan fisiologis akibat terjadinya respirasi dan penguapan sehingga bobot rebung berkurang.
Kedua, kerusakan fisik akibat luka saat pemotongan dan pengupasan. Ketiga, proses browning alias pencokelatan rebung akibat oksidasi oleh enzim dan udara, dan terakhir, kerusakan mikrobiologis akibat pertumbuhan mikroba. Mikroba menyebabkan rebung melunak alias lembek serta mengeluarkan bau menyengat.
Agar mutu rebung terjaga, doktor pertanian dari Universitas Brawijaya itu menyarankan pengolahan rebung maksimal 2-3 jam pascapanen. Panen sebaiknya pada pagi hari untuk menghambat laju respirasi.
Sedangkan untuk mencegah terjadinya pencokelatan, dapat diberikan bahan kimia seperti sulfur dioksida, natrium bisulfit, asam askorbat, dan garam. Cara lain dengan menonaktifkan enzim polifenol oksidase penyebab pencokelatan dengan pemanasan.
Jika pekebun menunda proses pengolahan, simpan rebung di ruang bersuhu kurang dari 50 derajat Celcius atau menggunakan lemari pendingin agar tidak rusak.
Rebung tabah berkualitas dapat diperoleh dari rumpun bambu berumur 3 tahun. Rebung tersebut setelah dikupas berwarna putih bersih kekuningan, tidak berongga, dan panjang rata-rata 20 cm. Pembersihan akan menurunkan bobot rebung hingga 40%, tapi akan tertutup dengan harga jual yang lebih tinggi.
Rebung selanjutnya dapat diolah dengan mengemas ke dalam plastik vakum supaya tahan lama. Cara lain dengan memasukkan rebung ke dalam botol steril, menambahkan larutan garam, dan asam askorbat, dan mensterilisasi. (Foto koleksi Dr Ir Ketut Pande Diah Kencana MS)