Berkebun gandum? Mengapa tidak! Gandum Triticum aestivum saat ini menjadi bahan pangan potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena kebutuhan industri tepung terigu terus meningkat setiap. Sepertiga populasi penduduk dunia saat ini bahkan menjadikan gandum sebagai bahan makanan pokok.
Gandum memiliki kadar glutein hingga 80%. Glutein merupakan protein yang bersifat kohesif dan liat sehingga bahan pangan tersebut cocok untuk roti dan mi.
Bukan hanya itu kadar protein gandum mencapai 13%, jauh lebih tinggi daripada padi (8%) dan jagung (10%). Karbohidrat pada gandum juga tinggi mencapai 69%. Bandingkan dengan padi sebesar 65%.
Data impor gandum berikut olahan gandum dari Kementrian Perindustrian dan Perdagangan menunjukkan volume impor gandum pada 2008 mencapai 4.514.852 ton. pada 2009 volume itu meningkat menjadi 4.666.418 ton dan 4.824.049 ton pada 2010. Rilis data impor dari Badan Pusat Statistik 2011 juga menunjukkan peningkatan impor pada kurun Januari-Juni 2011 sebesar 2,8 juta ton. Secara umum, permintaan gandum dunia sampai 2020 naik sebesar 1,6%/tahun. Khusus di negara-negara berkembang, persentase permintaan gandum naik sekitar 2%/tahun.
Australia merupakan eksportir gandum terbesar ke tanahair dengan total pasokan mencapai 4,4 juta ton, senilai 1,5 miliar dolar Amerika Serikat pada 2012. Berikutnya, Kanada 930.600 ton, senilai 389,5 juta dolar Amerika Serikat, serta Amerika Serikat 686.400 ton, senilai 256,4 juta dolar Amerika Serikat.
Sejatinya, anggota famili Gramineae itu berasal dari daerah subtropis. Di tanahair, gandum tumbuh adaptif di lokasi dengan ketinggian tempat 1.000–2.500 m dpl yang memiliki pengairan cukup dan jenis tanah lempung berpasir. Syarat ketinggian itu penting karena tanaman gandum perlu suhu rendah untuk proses vernalisasi atau pembungaan untuk memproduksi biji.
Berbagai riset memperlihatkan pengairan, pemupukan, dan perawatan tepat pada ketinggian sesuai, produksi gandum mencapai 5 ton per hektar. Riset Balitsereal menunjukkan, penanaman gandum di dataran tinggi Malino, Sulawesi Selatan (1.350 m dpl) menghasilkan 3-5 ton per hektar. Kajian Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terhadap gandum rekayasa di Tosari, Malang, Jawa Timur juga memperlihatkan produksi tinggi hingga 4,5-6,5 ton per hektar.
Saat ini BATAN juga memperkenalkan benih gandum varietas lokal unggul dengan produktivitas tinggi mencapai 5,4-6,4 ton per hektar, yakni Ganesha 1. “Ganesha  mempunyai kadar gluten setara gandum impor,” ujar pemulia gandum dari Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN Prof Dr Soeranto Human.
Data Dirjen Tanaman Pangan pada 2010 memperlihatkan Indonesia mempunyai potensi lahan untuk pengembangan gandum seluas 73.455 hektar yang tersebar di 15 propinsi. Provinsi dengan potensi lahan terluas adalah Bengkulu dengan 30.800 hektar dan terkecil 125 hektar di Sumatera Barat. Sayang, produksi gandum di Indonesia diakui relatif rendah dengan rata-rata produksi 3 ton per hektar. Padahal, produksi gandum dunia mencapai 9 ton per hektar.
Hingga saat ini Indonesia telah memiliki 4 varietas gandum lokal, yakni gandum Dewata berasal dari DWR 162 (India), gandum Selayar berasal dari Meksiko, gandum Nias berasal dari Thailand, dan gandum Timor berasal dari India. Keempat varietas itu cocok dibudidaya di dataran tinggi di atas 800 meter dpl.
Riset Asri B dari Program Studi Agroteknologi Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Muhammadiyah Sinjai memperlihatkan varietas Selayar, misalnya, memiliki bobot per 1.000 biji terbaik yaitu (46,67 g) dan bobot biji per petak terbaik pada ketinggian 800 meter dpl (270 gram), 1.300 m dpl (436,67 gram), 1.400 meter dpl (443,33 gram), dan 1.500 meter dpl (548,33 gram).