Ulat sutera tak melulu Bombyx mori yang memproduksi benang sutera putih. Namun di luar ulat yang menyukai daun murbei tersebut, masih ada ulat sutera lain, yakni ulat kipat Cricula trifenestrata.
Ulat kipat sohor sebagai hama jambu mete, alpukat, kedondong, sampai cokelat. Namun dibalik itu, justru ulat kipat bisa memproduksi kokon alias kepompong bahan sutera keemasan.
Sebab istimewa itu, sutera berbahan kokon ulat kipat mencapai harga Rp500.000 per meter dengan lebar 48 cm. Harga itu 3 kali lipat sutera Bombyx mori yang paling pol Rp200.000 untuk ukuran sama.
Ulat kipat yang masuk Lepidoptera itu menjadi ngengat saat dewasa. Ngengat itu akan meletakkan telur secara teratur dan rapi di tepi daun bawah atau pada tangkai daun. Telur muda berwarna putih kekuningan lalu menjadi kelabu. Stadia telur sekitar 7-10 hari. Ulat kipat hidup bergerombol dengan ukuran dewasa mencapai 50-70 mm. Warna ulat muda kuning muda, sedangkan kokon dibungkus jala kuning emas dan sangat liat.
Siklus hidup ulat kipat sekitar 20-45 hari dan mengalami 4 kali pergantian kulit atau instar. Pada instar kelima sebagai ulat berukuran 4-6 cm, ulat kipat lebih rakus makan agar cukup energi membentuk kokon. Kokon kuning keemasan terbentuk dalam 2 hari.
Kokon alias kepompong itu yang dipintal menjadi benang. Caranya, kokon direbus lantas dikeringanginkan selama 3-4 jam dengan penampilan akhir seperti buntalan kapas. Kokon dipintal dengan alat tenun.
Setiap kokon ulat kipat menghasilkan sampai 2.000 filamen atau benang tipis yang 2-3 kali lebih tebal dari kokon Bombyx mori. Filamen itu dipilin menjadi benang twist sebelum diolah menjadi kain.