Fosil pohon biasa dijumpai di perut bumi atau di dasar sungai sehingga terhindar dari proses pelapukan yang menghancurkan pohon tersebut. Itu salah satu syarat berubahnya pohon menjadi fosil pohon.
Syarat lain, pohon harus mempunyai bagian keras dan harus dekat dengan sumber silika yang membentuk kerak bumi sebagai pengganti jaringan kayu. Wujudnya pohon dan isinya batu.
Proses silika menggantikan jaringan pohon disebut petrifikasi atau silisifikasi. Unsur di tanah yang ada akan mempengaruhi warna fosil pohon. Bila tanah terdapat unsur nikel, misalnya fosil pohon cenderung berwarna biru.
Unsur lain seperti besi membuat warna batu menjadi cokelat kemerahan. Fosil pohon tidak dapat direkayasa oleh manusia dengan menimbun pohon di kedalaman tertentu. Hal tersebut disebabkan proses petrifikasi berlangsung jutaan tahun.
Delapan puluh persen fosil pohon di Pulau Jawa (terutama Banten dan Bogor) berasal dari pohon anggota famili Dipterocarpaceae. Beberapa di antaranya adalah meranti, kamper, dan keruing yang tumbuh pada zaman Miosen sekitar 10-juta tahun dan Pliosen (1-juta-3-juta tahun).
Fosil pohon juga banyak ditemukan di jalur selatan Jawa Barat (Ciamis, Garut, Bandung, Bogor, dan Sukabumi) dan Provinsi Banten (Lebak dan Pandeglang). Hal itu terjadi lantaran pohon pada zaman Eosin tertimbun oleh abu letusan gunung berapi.
Fosil pohon kini diburu banyak orang lantaran bernilai tinggi. Harga mencapai Rp20.000-Rp100.000/kg. Fosil tumbuhan tersebut selain menjadi incaran kolektor di tanahair juga diekspor ke Tiongkok, Korea Selatan, dan negara Eropa sehingga memberi pendapatan ekonomi bagi pencarinya.
Asalkan perburuan fosil pohon tidak merusak ekosistem asal fosil itu ditemukan serta mengeksploitasi berlebihan, pemanfaatan fosil pohon sebagai hiasan bisa ditolerir. Sesungguhnya fosil pohon itu adalah rekaman dari sebuah kondisi di masa lalu.