Bagi Sri Sumarni di Semarang, Jawa Tengah, salak madu asal Sleman, Yogyakarta adalah favorit. “Saya bisa menghabiskan 5-6 salak sekali makan,” ujar ibu 3 putri itu.
Rasa manis bak madu memang memikat Sri yang sejak belia tidak menyukai jenis salak yang manis, tapi sedikit asam.
Salak madu memang salah satu salak terbaik di Indonesia. Manis, empuk, dan berdaging tebal merupakan keistimewaan salak yang pertamakali ditemukan oleh Suhardi di Balerante, Wonokerto, Turi, Sleman pada 1948.
Sampai 1985 diketahui hanya satu batang tanaman salak tersisa, lantas dikembangkan dengan mencangkok dan saat ini tersebar luas di Sleman.
Siapa tak kenal salak pondoh? Kultivar salak yang dikembangkan dari populasi awal di lereng Gunung Merapi sejak 1980 tersebut memiliki keunggulan rasa manis, kering dan tidak sepat meski disantap muda.
Salak pondoh tidak hanya dikembangkan di Yogyakarta, tetapi sudah meluas ke berbagai daerah seperti Banjarnegara, Jawa Tengah, bahkan Pulau Sumatera.
Pulau Dewata Bali memiliki 2 salak unggul, yakni salak gading dan salak gula pasir. Salak gading mempunyai keunikan, yaitu warna kulit buah cenderung putih kekuningan sehingga seringkali diplesetkan sebagai salak bule.
Dibandingkan salak gula pasir, salak khas Bali lain dengan rasa manis seperti gula pasir, citarasa salak gading agak berbeda, cenderung asam. Namun bagi penyuka salak, kehadiran rasa tersebut menambah khas citarasa salak gading.