Sarang semut tenar sebagai obat herbal beragam kanker.
Sumber sarang semut dalam publikasi jurnal The Tuberous Epiphytes of The Rubiaceae 5: A Revision of Myrmecodia oleh C.R Huxley dari Departement of Plant Sciences Oxford University di Inggris, disebutkan Papua, terutama Papua Nugini.
Dari 26 spesies sarang semut alias myrmecodia yang teridentifikasi, 90% di antaranya dijumpai hidup di daerah rawa hingga hutan belantara di negara beribukota di Port Moresby itu. Keragaman itu pula mendorong peneliti sarang semut dunia menjadikan Papua Nugini sebagai rujukan penting riset sarang semut.
Selain Papua (Indonesia) dan Papua Nugini, negara lain seperti Australia, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan kepulauan Fiji, merupakan habitat sejumlah sarang semut. Negara-negara tersebut umumnya beriklim tropis. Australia, misalnya, terkenal memiliki jenis endemik M. beccarii. Jenis itu hanya ditemukan di utara Australia seperti di Cooktown, Endeavour, dan East of Ingham.
Demikian pula Kepulauan Fiji yang menjadi habitat endemik jenis Squamellaria. Menurut J. Moog dari Departement of Zoology Goethe University di Frankfurt, Jerman, Cagar Alam Pasoh di Negeri Sembilan, Malaysia, juga surga dari Myrmecodia dan Hynophytum. Bahkan dibandingkan Papua, keragaman jenis yang terdata di lokasi tersebut lebih banyak, mencapai 19 jenis.
Di tanahair, di luar Papua, M. tuberosa mudah ditemukan di berbagai tempat. Pulau Siberut, Pulau Batu, dan Pulau Pageh di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, menjadi habitat M. tuberosa var. siberutensis. Varietas lain tuberosa tersebar mulai dari Sulawesi Utara (varietas menandensis), Kalimantan (varietas apoensis), serta Flores (varietas rumphii).
Yang menarik, Pulau Jawa juga disebut sebagai rumah varietas armata. Plant Resources of South-East Asia menyebutkan penduduk memanggilnya urek-urek polo yang sebetulnya menunjukkan panggilan rumput mutiara Hedyotis corymbosa. Kerancuan itu terjadi pula di Malaysia. Sarang semut disebut periuk hantu. Padahal nama itu sebutan kantong semar alias nepenthes.
Publikasi lain oleh tim Departement of Plant Sciences Oxford University di Inggris dan Christensen Research Institute di Papua Nugini, memperkuat dugaan jika Jawa Barat merupakan rumah varietas armata.
Di sana diungkapkan, varietas armata tersebar di sejumlah tempat di Bogor seperti di Leuwiliang, Gunung Pancar, dan Gunung Salak. Itu terjadi lantaran Jawa Barat dahulu masih banyak hutan alami.