Seekor bekantan betina dewasa itu duduk menyendiri di atas akar pohon Rhizopora setinggi 7 meter. Sesekali tangan Nasalis larvatus itu memetik daun Rhizopora lalu menyantapnya.
Aktivitas makan selama 3 menit di pagi hari itu, usai saat sang bekantan memanjat ke batang lebih tinggi. Itu salah satu pemandangan yang disaksikan kontributor bebeja.com, Tri Susanti saat mengunjungi Kawasan Konservasi Hutan Mangrove dan Bekantan (KKHMB) di Kabupaten Tarakan, Kalimantan Timur.
Hutan mangrove memang menyediakan sumber pakan berupa daun bagi bekantan. Riset Hadi Sukadi Alikodra dan AH Mustari pada 1994 di delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, menjumpai 12 jenis bakau sebagai sumber pakan itu seperti bakau Rhizophora apiculata, api-api Avicennia alba, dan rambai Sonneratia caseolaris.
Ekosistem mangrove merupakan rumah bagi beragam fauna. Ekosistem mangrove menyediakan lima tipe habitat bagi fauna. Tajuk pohon adalah rumah bagi burung, mamalia, dan serangga. Lubang di cabang menjadi tempat tinggal nyamuk. Kerang dan kepiting lebih banyak berkumpul di permukaan tanah dekat akar. Saluran-saluran air yang terbentuk di antara akar adalah rumah idaman beragam jenis ikan dan udang.
“Ikan dan udang yang hidup di mangrove ukurannya besar,” kata Sri Murniwati Harahap, pengelola Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk di Jakarta Utara. Hal itu bisa terjadi karena secara ekologi selain menjadi tempat memijah, hutan mangrove merupakan tempat mencari makan alias feeding ground bagi biota perairan.
Riset di Amerika Selatan memperlihatkan produksi ikan dan udang di laut sangat bergantung dari produksi serasah hutan mangrove. Maklum serasah merupakan sumber bahan organik bagi fauna liliput, sumber pakan ikan dan udang. Hutan mangrove sehat mampu memproduksi serasah 8-10 ton/ha/tahun.
Hutan mangrove juga menyediakan kebutuhan garam dan mineral bagi satwa. Itu pula yang menyebabkan hutan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di Sulawesi Tenggara menjadi habitat penting bagi satwa endemik seperti anoa dataran rendah Bubalus depressicornis dan monyet digo Macaca ochreata.
Kelompok crustaceae seperti kepiting dan moluska-bivalvia dan gastropoda-merupakan fauna paling melimpah di hutan mangrove. Sebuah studi di Pulau Seram, Maluku, menyebutkan kawasan mangrove di sana memiliki keragaman jenis moluska hingga 91 spesies.
Kehadiran moluska penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi bahan organik. Riset lain di mancanegara menjelaskan bila moluska adalah indikator terbaik kesehatan hutan mangrove. Itu lantaran mereka peka terhadap perubahan lingkungan. Geloina erosa, misalnya, akan mengeluarkan lembaran tipis bak film di dalam cangkang dan mulai rusak sebagai respon terhadap kondisi mangrove yang masam.
Kelompok lain yang penyebarannya luas adalah kepiting jenis Sesarma. Rata-rata populasi mencapai 10-70 individu/m2. Penelitian di Sulawesi Selatan pada 2006 menjumpai 28 jenis kepiting hidup di hutan mangrove. Mereka adalah sumber plasma nutfah. Jenis lain yang melimpah adalah Uca sp yang memperoleh energi dengan mengekstrak pakan dari lumpur yang kaya bahan organik. Save Our Mangrove Ecosystem.