Desa Sinar Resmi di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, merupakan rumah bagi 3 kasepuhan, yakni kasepuhan Sinar Resmi (Abah Asep Nugraha), Kasepuhan Ciptagelar (Abah Ugi), dan Kasepuhan Cipta Mulya (Abah Suhendrik).
Desa seluas 4.917 hektar itu hingga kini masih tetap menjaga tata nilai budaya leluhur (karuhun) terutama dalam pertanian.
Salah satu komoditas pertanian yang tetap terjaga adat di desa yang berada di ketinggian bervariasi 600-1.200 m dpl itu adalah padi.
Hampir 80% warga di Desa Sinar Resmi menanam padi dengan mengikuti aturan leluhur, yakni menanam padi sekali setahun memakai padi dalam, tanpa tersentuh bahan kimia.
Demikian pentingnya padi, setiap tahun di Desa Sinar Resmi digelar acara Seren Taun sebagai ungkapan syukur terhadap panen raya padi.
Septian Purnama dari Pertanian Sehat Indonesia yang menjadi pendamping menyebutkan di Desa Sinar Remi terdapat sekitar 60 jenis padi dalam unggul. “Jumlah itu sudah menurun karena menurut Abah Asep dahulu jumlah padi dalam di Desa Sinar Resmi mencapai 100 jenis,” kata Septian.
Septian sejak Maret 2014 hingga kini mendata kembali keberadaan padi-padi dalam itu melalui dana dari Yayasan Dompet Dhuafa.
Septian menuturkan hingga kini sudah teridentifikasi 38 jenis padi dalam yang masih ditanam di Desa Sinar Resmi. Luas lahan penanaman setiap jenis padi dalam itu tidak besar hanya sekitar 2-3 blok (1 blok sekitar 300-400 m2).
“Setiap petani bisa menanam 2-4 jenis sekaligus. Pemilihan jenis itu tergantung dari selera petani. “Kalau menurutnya jenis A, B atau C misalnya enak dimakan, itu yang ditanam karena memang kebutuhannya untuk konsumsi sendiri,” ujar alumnus Fakultas Pertanian Universitas Tirtayasa di Provinsi Banten itu.
Informasi mengenai keberadaan padi dalam itu diperoleh Septian dengan menemui beberapa warga yang dianggap mengetahui lokasi petani yang menanam jenis-jenis padi dalam itu. Mereka antara lain Ki Aham dan Inyoh.
Berikutnya, setelah informasi cukup, Septian akan mendatangi petani yang menanam jenis-jenis itu ketika panen. “Dari setiap panen saya mengambil 5 malai dari 5 titik berbeda untuk dihitung rata-rata jumlah butiran pada malai,” katanya.
Sejumlah padi dalam itu menghasilkan warna beras beragam: putih, merah, hitam, hingga ungu. Yang disebut terakhir berasal dari padi gadog, bahkan menjadi satu-satunya jenis padi di Desa Sinar Resmi yang memiliki beras warna lavender itu.
Jenis langka lainnya adalah ketan hitam yang menghasilkan warna beras hitam. Setidaknya, untuk beras merah terdapat 6 jenis padi, yakni cere kawat, padi batu, ketan nangka, padi terong, batu ladang, dan ketan ruyung.
Septian mengungkapkan sejauh ini terdapat 5 padi dalam yang benar-benar sulit diperoleh seperti padi camor, padi manglar, cere haredang, dan padi bandung. “Padi bandung bahkan tinggal satu orang yang diketahui menanamnya,” ujar pria 24 tahun itu.
Padi-padi dalam yang sedikit ditanam itu boleh jadi secara organoleptik tidak sepulen padi dalam lain sehingga sedikit petani menanam.
Padahal, ia sumber plasma nutfah yang suatu ketika dapat menjadi tetua untuk disilangkan dengan tetua jenis padi jenis dan melahirkan padi unggul nasional. Semoga! (Dian Adijaya Susanto).
Riwayat penulis: Penulis pernah menjabat Redaktur di Majalah Pertanian Populer, Trubus. Beberapa rubrikasi: sayuran, obat tradisional, satwa dan ikan, serta eksplorasi pernah diasuhnya. Penulis yang merupakan alumnus Program Pascasarjana Universitas Indonesia dalam Biologi Konservasi itu juga pernah menangani Unit Pengembangan Bisnis dan Promosi jaringan Pemasaran Pertanian dan menjadi konsultan.
30 Jenis Padi Dalam Di Desa Sinar ResmiÂ
1. Warna beras putih: Cere Marilen, Ketan Cikur, Sri Kuning, Nemol, Raja Denok, Kapundung Bodas, Ketan Bilatung, Maringgeui, Randa kaya, Jamudin, Ketan Bogor, Padi Segri, Cere Gelas, Rumbai Putih, Cere Gempol, Padi Uni, Cere Layung, Padi Bangban, Padi Inul, dan Kembang Kelapa.
2. Warna beras merah: Cere Kawat,  Padi Batu, Ketan Nangka, Batu Ladang, Ketan Ruyung, Padi Terong, Padi Salak, dan Padi Sero.
3. Warna beras hitam: Ketan Hitam.
4. Warna beras ungu: Padi Gadog. (Data: Septian Purnama, Pertanian Sehat Indonesia)