Sedikit varietas unggul padi gogo yang berproduksi tinggi di lahan kering.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2005 memperlihatkan rata-rata produksi padi gogo kurang dari 3 ton per hektar. Berbeda dengan padi gogo situ bagendit yang produksinya mencapai 4 ton gabah kering giling (GKG) per hektar.
Padi yang namanya merujuk pada danau di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, itu istimewa. Selain produktivitas tinggi, varietas padi yang dirilis pada 2008 itu cocok pula ditanam di lahan sawah, selain peruntukannya di lahan kering.
Sebab itu, Besar Penelitian Tanaman Padi yang membidani kelahiran padi gogo situ bagendit sampai menjuluki padi yang terdaftar di Status Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual No 130/PVHP/2008 sebagai padi amfibi lantaran mampu tumbuh pada dua kondisi lingkungan berbeda.
Padi gogo situ bagendit mempunyai tinggi 99-105 cm dengan masa pemeliharaan 110-120 hari. Bentuk biji ramping, warna gabah kuning bersih dengan bobot per 1.000 butir mencapai 27,5 gram.
Padi gogo situ bagendit yang memiliki tekstur nasi pulen cukup tahan penyakit blas dan tungro serta agak tahan terhadap penyakit hawar.
Riset Febriyanti Indah Siregar dari Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara seperti tertuang dalam Jurnal Online Agroteknologi Volume 1, Nomor 2 pada 2013, memperlihatkan padi gogo situ bagendit memiliki produksi terbaik dengan rata-rata gabah 255,5 gram per tanaman, bila dibudidaya pada jarak tanam 20 cm x 20 cm serta dibenamkan pupuk 75 gram per tanaman.
Meski demikian padi gogo situ bagendit memiliki kelemahan, yakni sensitif terhadap tanah yang memiliki kandungan alumunium (Al).
Upaya memperbaiki sifat ketahanan terhadap Alumunium dapat dilakukan dengan cara menyisipkan gen toleran cekaman alumunium, yaitu gen B11. Itu riset Firdha Junita dari Departemen Biologi FMIPA IPB pada 2014.