Stick talas dan keripik talas disukai Siska Niar di Sungaijawi, Pontianak, Kalimantan Barat. “Gurih, renyah, dan pastinya enak,” kata perempuan 28 tahun itu. Talas untuk stick dan keripik tersebut adalah talas hitam.
Talas hitam? Ya, inilah talas lokal di Kalimantan Barat. Talas hitam mempunyai warna pangkal tangkai daun ungu dengan sosok umbi akar alias cormus mengerucut. Lingkar umbi bisa mencapai 30 cm dengan warna daging umbi putih.
Di Bumi Khatulistiwa itu talas hitam sudah dibudidaya di sejumlah tempat seperti di Kecamatan Siantan (Kabupaten Mempawah), Kecamatan Pontianak Utara (Kota Pontianak), serta Kecamatan Kuala Mandor (Kabupaten Kubu Raya).
Total jenderal luas penanaman di 3 sentra itu mencapai 40-an hektar. Umbi talas hitam yang rata-rata dipanen setelah umur 8 bulan itu dengan bobot rata-rata 0,5-0,6 kg/umbi dapat dijual hingga seharga Rp15.000/kg.
Yang menarik, produksi talas hitam di ke-3 tempat itu berbeda secara fenotipik lantaran perbedaan tanah di lokasi budidaya. Kecamatan Siantan bertipe aluvial, sedangkan Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Kuala Mandor, masing-masing bertipe gambut dan tanah bergambut.
Riset Agus Subekti dan Tinuk Sei Wahyuni, masing-masing dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat dan Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi pada 2015 memperlihatkan, talas hitam di tanah gambut memiliki postur tanaman, panjang umbi, dan kadar air lebih tinggi serta umur panen yang lebih genjah dari talas di tanah bergambut dan aluvial.
Talas hitam di tanah bergambut berbobot umbi lebih besar dibandingkan talas hitam di tanah gambut dan aluvial. Pun umur panen, 8 bulan di di tanah gambut serta 9 bulan di tanah bergambut. Di tanah aluvial bisa mencapai 10 bulan.
Perbedaan tersebut diduga karena karena tanah gambut dan bergambut memiliki sifat lebih banyak memegang air serta bertekstur tanah gembur yang cukup mendukung pertumbuhan talas.