Acep (41 tahun) beternak nila (Oreochromis niloticus) sejak 2007. Pria di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat tersebut, mengusahakan nila gesit di kolam tanah 400 m2. Setiap kali sehabis panen, ayah 2 anak itu menguras kolam. Dengan cara itu, Acep menuturkan dapat menjaga produksi nila konsumsi ukuran 3-4 ekor/kg dalam 2,5-3 bulan.
Bagi Acep, kondisi kolam patut diperhatikan. “Nila itu besar di kolam sehingga perlu hidup nyaman,” ujarnya. Setelah air kolam disedot habis, Acep lantas mengeringkan dasar kolam. Proses pengeringan tersebut berjalan 1,5-2 pekan, tergantung cuaca. Pengeringan bertujuan untuk mengurai bahan organik di tanah menjadi mineral serta hara.
Pengeringan usai setelah tanah di dasar kolam tampak retak-retak. Selanjutnya, Acep membalikan tanah kering itu dengan mencangkul sedalam 10-15 cm. Maksudnya, agar lumpur tersisa dari sisa pakan dan metabolisme ikan berkurang serta membuang gas beracun yang mungkin terperangkap. “Pengerjaan selama 2-3 hari, sekaligus memperbaiki kebocoran dinding kolam,” tutur Acep.
Tahap berikutnya, Acep menaburkan kapur dolomit alias kapur pertanian. Dosis kapur itu sekitar 60 gram/m2, lantas dibiarkan selama 2-3 hari. “Kapur berguna menaikkan pH dan membasmi hama penyakit,” ujarnya. Beres pengapuran, Acep mulai mengisi kolam dengan air. Tinggi air sekitar 15-20 cm. “Air dibiarkan sekitar 4-5 hari sampai alga tumbuh,” tutur Acep.
Pada tahap akhir, air kolam diisi hingga setinggi 60-70 cm, lalu bibit nila ditebar. Acep memakai ukuran standar pembesaran nila, yakni 30-35 ekor/m2 dengan ukuran bibit sepanjang 4-5 cm/ekor. Berselang 2,5-3 bulan sehabis panen, Acep akan mengulangi lagi tata cara menguras kolam seperti di atas.