Salah satu biang keladi penurunan produksi udang windu Penaeus monodon adalah sedikitnya hatchery yang mampu menyediakan benih berkualitas.
Kondisi itu tidak lepas dari tekanan pada reproduksi induk betina yang dipelihara sehingga menyebabkan rendahnya maturasi (proses pematangan) ovari, pemijahan, serta produksi telur dibandingkan induk betina dari alam.
Kenyataan itu pula mendorong Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara membidani kelahiran udang windu generasi ke-8. Generasi itu memakai persilangan sesama induk G7 serta introgresi dari induk jantan asal Jepara dan Aceh dengan betina G7.
Riset memperlihatkan stabilitas rata-rata fekunditas (laju reproduksi) dari betina G7 yang dipakai sebagai induk mencapai 4.536 butir/gram bobot tubuh. Fekunditas itu masih lebih tinggi dibandingkan betina Jepara yang rata-rata 2.978-6.793 butir/gram bobot tubuh.
Meski demikian induk jantan G7 masih belum memperlihatkan performa apik. Hal itu terlihat dari produksi sel sperma yang hanya mencapai 30-40% dengan tingkat kemampuan membuahi sel telur betina 7%. Bandingkan dengan jantan alam yang mampu membuahi sampai 40%.
Meski begitu, kondisi tersebut sudah diperbaiki dengan kemunculan udang windu G8 yang adaptif, tahan penyakit, serta memiliki tingkat kelulusan hidup atau survival rate cukup tinggi mencapai 65%.