Sejumlah ikan dewa seukuran telunjuk ikut terjaring ketika bebeja.com mengamati hasil tangkapan seorang penjala ikan di Pagaralam, Sumatera Selatan. Ikan-ikan kecil kehitaman itu lantas dilepas oleh sang penjala ke sungai dangkal berbatu.
“Biar bisa tumbuh besar karena ikan semah (sebutan lain, red) ini mahal,” ujar si penjala. Kejadian 12 tahun silam itu kini berubah. Tak lagi bergantung pada alam, ikan dewa mulai marak dibudidaya.
Itu tak lepas dari sukses peneliti Balai Riset dan Penelitian Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan di Bogor, Jawa Barat, yakni Jojo Subagja MSi dan Otong Zenal Arifin MSi yang bisa memijahkan ikan dewa.
Sebelumnya, ikan kancra-sebutan di Jawa Barat-itu berkali-kali mogok memijah. Harap mafhum, ikan pembawa hoki tersebut sensitif terhadap perubahan temperatur. Sang ikan menyukai suhu air cenderung hangat.
Sukses pembenihan itu mendorong munculnya peternak ikan dewa di sejumlah daerah seperti Sumedang (Jawa Barat), Pekanbaru (Riau), hingga Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Satu-dua peternak bahkan sanggup memijahkan sendiri ikan dewa yang dibesarkan hingga mencapai ukuran induk, berbobot di atas 1 kg/ekor.
Pembesaran memang menjadi pilihan peternak. Mereka membesarkan ikan dewa ukuran 12-15 cm. Meski begitu ada pula peternak yang memulai dari ukuran 5-7 cm.
Bila menginginkan hingga bobot panen 1 kg/ekor, para peternak tersebut perlu memelihara minimal selama 1 tahun. “Di pasar harga jual ikan yang besar mencapai Rp700.000/kg, terkadang lebih,” kata Imam di Sumedang, Jawa Barat.
Permintaan ikan dewa terbesar masih dari restoran. Restoran menganggap menu ikan dewa dapat menjadi promosi lantaran tidak selalu tersedia sepanjang waktu. Itu ditunjang citarasa daging ikan yang gurih.
Tak hanya restoran, bagi masyarakat Batak, ikan dewa yang diolah menjadi arsik menjadi menu spesial di sejumlah acara adat. “Selalu diusahakan agar ikan ini hadir pada acara itu,” ujar Santi Tambunan di Jakarta Selatan.