“Silakan mas, dicicipi,” ujar Sukri, pramusaji Resto Kampoeng Jelok pada kontributor bebeja.com, Ir Achmad Rahardjo yang tengah lesehan di salah satu bangunan tradisional sambil menikmati alunan musik campursari.
Dua jagung bakar berikut teh poci menjadi hidangan penghilang penat selepas bermobil 1,5 jam dari Kota Gudeg, Yogyakarta. Sejatinya, masih terdapat pilihan menu khas pembuka lain. “Ada pisang goreng kepok kuning, ubi rebus, dan minuman wedang secang,” kata Sukri.
Pisang, ubi, dan jagung yang disajikan dipanen dari kebun warga di sekitar Kampoeng Jelok. Soal harga? Aneka menu pembuka itu terbilang murah, kurang dari Rp10.000. Menu utama favorit pengunjung adalah nasi tiwul dikombinasi ayam goreng kampung.
Kampoeng Jelok di Dusun Jelok, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul memang menawarkan suasana “ndeso” yang lekat dengan kehidupan masyarakat setempat.
Pengunjung bisa merasakan hawa itu sejak melintasi jembatan batik yang membelah Sungai Oya yang menjadi pintu gerbang masuk ke Kampoeng Jelok.
Bangunan tradisional yang diatur sedemikian rupa berpadu dengan taman menjadi ciri khas dari Kampoeng Jelok.
Pengunjung pun mendapat bonus menikmati pemandangan indah, gunung api purba Nglanggeran, selain menikmati hamparan sawah. “Tamu juga dapat menginap dan melakukan aktivitas outbond,” ujar Sukri.