Sinar matahari pagi kian meninggi saat sekelompok ibu pengajian dari Jakarta Timur beranjangsana ke Taman Anggrek Ragunan pada medio November 2016.
Di salah satu kavling anggrek yang dikunjungi, para ibu tersebut tak kuasa berdecak kagum menyaksikan hamparan aneka anggrek berbunga. “Cantik sekali, mau dong!” ujar Silvia yang lantas memborong 3 pot anggrek dendrobium.
Bagi Silvia dan rekan, anggrek mempunyai keunikan dan keistimewaan dibandingkan tanaman bunga lain. Selain bunganya bertahan lama pascamekar. Pun bentuk, corak, hingga ukurannya beragam sehingga menawarkan seabrek pilihan bagi penyukanya.
“Saya menyukai anggrek karena motif bunganya banyak dari jenis yang sama,” kata Susiani, rekan Silvia yang menyukai anggrek bulan serta dendrobium itu.
Taman Anggrek Ragunan merupakan pusat budidaya anggrek terbesar di ibukota negara (terdiri atas 42 kavling dengan luas 800-1.000 m2, red) dan menjadi lokasi agrowisata tanaman hias di Jakarta Selatan.
Taman yang berdiri akhir 1970-an itu menempati lahan seluas 5 hektar milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Beragam anggrek seperti phalaeonopsis, dendrobium, cattleya, vanda, hingga oncidium mudah dijumpai. Saban tahun sekitar 500.000 tangkai anggrek keluar dari taman yang dilintasi kali Mampang itu.
Riset Triadi dari Program Studi Manajemen Agribisnis IPB pada 2008 memperlihatkan, terdapat segmentasi dari tipikal pembeli anggrek di Taman Anggrek Ragunan itu.
Sekitar 57,78% pembeli adalah kaum hawa dengan rentang usia 31-40 tahun (28,98%). Yang menarik hampir 50% dari pembeli itu berpendidikan tinggi, minimal sarjana dengan 38,89% profesi pegawai swasta. Boleh jadi mengoleksi anggrek menjadi sarana pelepas stres.